Perubahan Sosial Pendorong Dinamika Kehidupan Sosial

Perubahan Sosial adalah perubahan yang terjadi pada masyarakat mengenai nilai-nilai sosial, norma, dan berbagai pola dalam kehidupan manusia. Semua yang ada di muka bumi akan berubah. Mungkin dari sisi jumlah yang akan bertambah atau berkurang. Mungkin pula sesuatu akan membaik atau memburuk. Perubahan itu suatu keniscayaan yang berlaku langgeng. Perubahan sosial menjadi bukti berlangsungnya dinamika kehidupan sosial.

A. Pengertian Perubahan Sosial
Perubahan masyarakat sangat mungkin terjadi karena individu menjadi unsur penting dari keberadaan masyarakat. Ketika individu berubah, masyarakat pun akan berubah. Proses ini dikenal dalam sosiologi sebagai perubahan sosial (sosial change).

Selo Soemardjan seperti dikutip oleh Soerjono Soekanto (1989) mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Beberapa ahli sosialogi yang lain juga memberikan pengertian mengenai perubahan sosial, seperti :
  1. Karl Marx: Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi karena perkembangan teknologi atau kekuatan produktif dan hubungan antara kelas-kelas sosial yang berubah. 
  2. Gillin: Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi sebagai suatu variasi dari cara hidup yang telah diterima karena adanya perubahan kondisi geografi, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun dengan difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. 
  3. William F. Ogburn: Perubahan sosial adalah perubahan yang mencakup unsur-unsur kebudayaan baik material maupun immaterial yang menekankan adanya pengaruh besar dari unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial.  
  4. Raja: Pengertian perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang memengaruhi suatu sistem sosial. 
  5. Kingsley Davis: Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. 
  6. Mac Iver: Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial (social relation) atau perubahan terhadap keseimbangan (ekuilibrium) hubungan sosial.  
  7. Emile Durkheim: Perubahan sosial dapat terjadi sebagai hasil faktor-faktor ekologis dan demografis, yang mengubah kehidupan masyarakat dari kondisi tradisional yang diikat solidaritas mekanistik, ke dalam kondisi masyarakat modern yang diikat oleh solidaritas organistik.
  8. Samuel Koenig: Perubahan sosial adalah modifikasi dari pola kehidupan masyarakat. 
Perubahan Sosial
Dilihat dari akibat yang timbul, perubahan sosial dibedakan menjadi dua bentuk yaitu progress dan regress.
  1. Progress merupakan perubahan sosial yang membawa kemajuan terhadap kehidupan masyarakat. Bentuk progress berupa planned progress serta unplanned progress. Planned progress merupakan kemajuan yang sengaja direncanakan dan dilakukan oleh masyarakat misalnya listrik masuk desa. Sedangkan unplanned progress dimaknai sebagai kemajuan yang tidak direncanakan oleh masyarakat. misalnya meningkatnya kesuburan lahan pertanian karena lava yang dimuntahkan gunung berapi saat meletus.
  2. Regress dimaknai sebagai perubahan sosial yang membawa kemunduran terhadap kehidupan masyarakat. Misalnya, peperangan yang berakibat hancurnya harta benda, jatuhnya korban jiwa, dan tercerai-berainya sanak saudara.

2. Ciri-Ciri Perubahan Sosial
Soerjono Soekanto (1989) menunjukkan ciri-ciri perubahan yang berlangsung itu, antara lain:
  1. Tidak ada masyarakat yang berhenti berkembang karena setiap masyarakat mengalami perubahan, baik secara lambat ataupun secara cepat.
  2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan diikuti dengan perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya. Karena lembaga-lembaga sosial itu bersifat interdependen, maka perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga sosial itu sukar diisolir.
  3. Perubahan sosial yang cepat biasanya mengakibatkan terjadinya disorganisasi selama beberapa saat. Disorganisasi tersebut akan diikuti oleh suatu reorganisasi yang mencakup pemantapan kaidah-kaidah dan nilai-nilai baru.
  4. Perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang spirituil saja, karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan timbal balik yang sangat kuat.

3. Proses Perubahan Sosial
Alvin L. Bertrand mengatakan bahwa proses awal dari perubahan di dalam masyarakat adalah karena komunikasi. Dengan demikian, perubahan menyangkut masalah penyebarluasan gagasan-gagasan, ide-ide, dan keyakinan-keyakinan, maupun hasil-hasil budaya yang berupa fisik. Proses penyebarluasan suatu ide atau gagasan, keyakinan serta hasil-hasil budaya yang berupa fisik, menyangkut beberapa faktor atau unsur penting berikut ini.
  1. Inovasi, yaitu ide baru, tidak pandang apakah itu merupakan hasil ciptaan yang dihasilkan belum lama ini atau yang dihasilkan sebelumnya itu.
  2. Komunikasi, yaitu interaksi yang berlangsung sewaktu orang yang satu mengomunikasikan dan melontarkan suatu ide baru kepada orang lain, baik secara langsung atau tidak langsung.
  3. Sistem (sistem-sistem) sosial di mana individu (individu-individu) bertindak dalam kaitannya dengan inovasi tertentu.
  4. Unsur waktu, orang-orang yang bisa menerima inovasi baru dengan mudah, memiliki ciri-ciri berlainan dari orang-orang yang membutuhkan waktu-waktu dan menerima inovasi.

4. Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial
Terdapat berbagai bentuk-bentuk perubahan sosial antaralain sebagai berikut..
  1. Bentuk Perubahan Sosial yang terjadi Secara Lambat dan Perubahan Sosial Secara Cepat. Perubahan sosial secara lambat/perubahan evolusi adalah memerlukan waktu yang lama tanpa dengan perencanaan. dam bergantung kepada orang-orang yang berkuasa di masa tertentu.. Perubahan sosial cepat/perubahan revolusi, adalah memerlukan waktu yang cepat yang mengubah dasar-dasar kehidupan masyarakat dalam waktu singkat.
  2. Bentuk Perubahan Sosial yang Besar dan Perubahan Sosial Kecil  Bentuk perubahan sosial berpengaruh besar adalah perubahan dengan dampak besar bagi kehidupan masyarakat. Contohnya perubahan sistem pemerintahan.  Bentuk perubahan sosial berpengaruh kecil adalah perubahan yang tidak berarti penting bagi struktur sosial dalam memengaruh kehidupan masyarakat. Contohnya perubahan model pakaian yang tidak melanggar nilai dan norma.  
  3. Bentuk Perubahan Sosial yang Direncanakan dan Perubahan Sosial yang tidak direncanakan. Bentuk perubahan sosial yang direncakanan adalah perubahan sosial yang melakukan persiapan yang matang dan  perencanaan. Contoh perubahan sosial yang direncanakan adalah program keluarga berencana (KB)  Bentuk perubahan sosial yang tidak direncanakan adalah perubahan sosial yang tidak memerlukan persiapan dan perencanaan. Contoh perubahan sosial yang tidak direncanakan adalah keluarga tiba-tia terpaksa pindah ke lingkungan baru. 
  4. Bentuk Perubahan Sosial yang Dikehendaki dan Perubahan Sosial yang tidak Dikehendaki. Bentuk perubahan sosial yang dikehendaki adalah perubahan sosial yang disetujui oleh masyarakat tersebut. Contoh perubahan sosial yang dikehendaki adalah perencanaan aturan yang disetujui dalam rapat.  Bentuk perubahan sosial yang tidak dikehendaki adalah kebalikan dari perubahan yang dikehendaki.

4. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Sosial
Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam masyarakat baik dalam segi norma maupun kebudayaan. Perubahan bisa terjadi karena keinginan untuk hidup yang lebih baik dan bisa juga secara terpaksa karena keadaan. Perubahan pasti akan selalu terjadi, baik secara disadari maupun tidak. Berikut adalah beberapa faktor penyebab perubahan sosial.

a. Faktor-Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor perubahan sosial yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri. Faktornya bermacam-macam yakni perubahan jumlah penduduk, penemuan-penemuan baru, konflik dalam masyarakat, dan pemberontakan atau revolusi.
  1. Perubahan Jumlah Penduduk. Perubahan jumlah penduduk dapat disebabkan oleh berkurang atau bertambahnya jumlah penduduk. Penduduk yang padat lebih cepat berubah struktur dan kultur masyarakatnya dibandingkan dengan yang kurang padat.
  2. Penemuan-Penemuan Baru. Penemuan menambahkan atau mengembangkan suatu kebudayaan dalam masyarakat. Penemuan unsur kebudayaan yang baru disebut discovery. Invention adalah discovery yang telah diterima dan telah diterapkan oleh masyarakat.
  3. Konflik Dalam Masyarakat. Konflik dalam masyarakat disebabkan oleh adanya perbedaan dalam masyarakat. Walaupun konflik bersifat disosiatif atau memecah belah hubungan dalam masyarakat. Konflik pasti akan diiringi oleh proses akomodasi yang justru dapat menguatkan ikatan sosial. Konflik di dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi konflik antara Individu dengan Individu, antara individu dan kelompok, kelompok dengan kelompok, dan antargenerasi.
  4. Pemberontakan atau Revolusi. Revolusi terjadi karena keinginan kuat masyarakat untuk berubah. Sedangkan pemberontakan terjadi karena keinginan kuat masyarakat untuk berubah ditolak oleh pemimpin masyarakat tersebut. Revolusi menyebabkan terjadinya perubahan sosial secara besar-besaran.
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah penyebab perubahan sosial yang berasal dari luar masyarakat. Adapun faktor-faktornya adalah dari alam, peperangan, dan pengaruh dari masyarakat lain.
  1. Alam. Faktor dari alam adalah faktor yang tidak dapat dihindari karena itu merupakan kehendak Tuhan. Faktor dari alam bisa berupa bencana alam atau perubahan iklim. Sehingga masyarakat harus beradaptasi dengan faktor alam tersebut atau harus meninggalkan tempat tinggalnya.
  2. Peperangan. Peperangan tentu akan menyebabkan perubahan sosial dalam masyarakat. Terutama pada pihak yang kalah dalam peperangan. Itu dikarenakan oleh pihak yang kalah harus menerima ide-ide atau kebudayaan dari pihak yang menang. Sehingga terjadi perubahan secara besar-besaran dalam masyarakatnya.
  3. Pengaruh dari Masyarakat Lain. Hubungan yang di lakukan secara fisik antara dua masyarakat mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal balik salah satunya adalah pertukaran kebudayaan. Jika pengaruh suatu kebudayaan dapat diterima tanpa paksaan, maka disebut demonstration effect. Jika pengaruh suatu kebudayaan saling menolak, maka disebut cultural animosity.
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 4:16 PM

Pengertian dan Syarat Pembentukan Lembaga Sosial

Lembaga sosial atau dikenal juga sebagai lembaga kemasyarakatan salah satu jenis lembaga yang mengatur rangkaian tata cara dan prosedur dalam melakukan hubungan antar manusia saat mereka menjalani kehidupan bermasyarakat dengan tujuan mendapatkan keteraturan hidup. Dalam sistem sosial, lembaga sosial memiliki peranan penting yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia baik lahir maupun batin.

A. Pengertian Lembaga Sosial
Beberapa ahli sosiologi juga memberikan pengertian tentang lembaga sosial. Berikut ini pengertian tentang lembaga sosial yang diberikan para ahli.
  1. Soerjono Soekanto, lembaga sosial atau pranata sosial adalah himpunan norma dari segala tindakan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat.
  2. Koentjaraningrat (1964: 113), lembaga sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas untuk memenuhi kompleksitas kebutuhan dalam kehidupan manusia.
  3. fSelo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, lembaga sosial merupakan kumpulan dari berbagai cara berperilaku (usage) yang diakui oleh anggota masyarakat sebagai sarana untuk mengatur hubungan-hubungan sosial.
  4. Robert Melver dan C.H. Page (Soekanto, 1990: 218), lembaga sosial merupakan tata cara prosedural yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antarmanusia yang tergabung pada suatu kelompok dalam masyarakat.
  5. Leopold Von Wiese dan Becker (Soekanto, 1990: 219), lembaga sosial merupakan jaringan proses hubungan antar kelompok dan antar manusia yang berfungsi memelihara hubungan itu serta pola-polanya sesuai dengan minat dan kepentingan individu serta kelompoknya.
  6. W.G. Sumner (Soekanto, 1990: 218), lembaga sosial merupakan perbuatan, cita-cita, sikap, dan perlengkapan kebudayaan yang mempunyai sikap kekal serta bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Lembaga berfungsi agar ada keteraturan dan integrasi di dalam masyarakat.
B. Fungsi Lembaga Sosial
Lembaga sosial mutlak diperlukan untuk mengendalikan dan mengatur aktivitas-aktivitas baik individu maupun kolektif dalam kemasyarakatan. Ada beberapa fungsi lembaga sosial sebagai berikut.
  1. Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat tentang sikap dalam menghadapi masalah di masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan pokok.
  2. Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan.
  3. Memberi pegangan kepada anggota masyarakat untuk mengadakan pengawasan terhadap tingkah laku para anggotanya.

C. Pembentukan Lembaga Sosial
Pranata sosial terdapat dalam setiap masyarakat,  baik masyarakat sederhana maupun masyarakat modern. Hal ini disebabkan setiap masyarakat menginginkan keteraturan hidup. Suatu norma tidak bisa secara langsung menjadi lembaga begitu saja. Proses perubahan sebuah aturan menjadi lembaga sosial memakan waktu lama.
Lembaga Sosial
Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker seperti dikutip oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, (1964), semua kegiatan manusia tunduk kepada habitualisasi, yaitu proses yang menjadikan suatu perilaku menjadi kebiasaan atau biasa untuk seseorang. Jika suatu tindakan diulang terus-menerus, tindakan itu akan memiliki pola tertentu. Kalau sudah terjadi pembiasaan dan sudah terbentuk polanya, maka tindakan seseorang dapat dengan mudah diketahui serta dibayangkan.

Contoh: Tina seorang siswa SMA kelas X, setiap pagi bangun pukul 04.00, belajar pagi kurang lebih satu jam, membantu pekerjaan ibu, makan pagi, dan pukul 06.15 sudah siap berangkat ke sekolah. Setiap pagi tindakan yang sama itu dilakukan Tina, kemudian menjadi kebiasaan. Kebiasaan tersebut menentukan seluruh perilaku Tina pada waktu pagi hari.

Dalam proses habitualisasi terdapat pola perilaku yang bernilai tinggi. Dalam contoh di atas terdapat nilai rajin, orang yang rajin akan dapat mencapai suatu keberhasilan. Kesimpulan tersebut menjadi milik diri setiap anggota masyarakat. Sehingga setiap individu menerimanya sebagai kebiasaan dalam kehidupan bersama. Karena diyakini oleh banyak siswa, kebiasaan rajin belajar menjadi suatu norma yang harus dipenuhi kalau ingin menjadi siswa yang pandai. Proses ini disebut institusionalisasi (pelembagaan).

D. Syarat Terbentuknya Lembaga Sosial
Menurut Koentjaraningrat, aktivitas manusia atau aktivitas kemasyarakatan untuk menjadi lembaga sosial harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Persyaratan tersebut antara lain:
  1. Suatu tata kelakuan yang baku, yang bisa berupa norma-norma dan adat istiadat yang hidup dalam ingatan maupun tertulis.
  2. Kelompok-kelompok manusia yang menjalankan aktivitas bersama dan saling berhubungan menurut sistem norma-norma tersebut.
  3. Suatu pusat aktivitas yang bertujuan memenuhi komplekskompleks kebutuhan tertentu, yang disadari dan dipahami oleh kelompok-kelompok yang bersangkutan.
  4. Mempunyai perlengkapan dan peralatan.
  5. Sistem aktivitas itu dibiasakan atau disadarkan kepada kelompokkelompok yang bersangkutan dalam suatu masyarakat untuk kurun waktu yang lama.

Proses pelembagaan yang paling tinggi dalam kehidupan masyarakat adalah sampai dengan suatu norma telah mendarah daging (internalized) dalam jiwa warganya. Setiap anggota masyarakat secara sadar dapat mematuhi dan melaksanakan berbagai aturan dalam norma atau pranata sosial, sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Interaksi sosial yang berlangsung dalam masyarakat dapat dikaterogikan sebagai lembaga sosial apabila menerapkan :
  1. Suatu tata kelakuan baku yang berupa norma atau adat istiadat yang tertulis dan lisan.
  2. Suatu kelompok manusia menjalankan kegiatan bersama dan saling berhubungan sesuai dengan norma dan terdapat pusat kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan.
  3. Suatu pusat kegiatan yang bertujuan memenuhi seperangkat kebutuhan yang dipahami anggota masyarakat.

E. Sifat-Sifat Lembaga Sosial
Lembaga sosial juga merupakan suatu adat kebiasaan dalam kehidupan bersmasyarakat yang memiliki sanksi yang sistemik dan dibangun atas dasar kewibawaan masyarakat.  Menurut Harsoja lembaga sosial mempunyai sifa-sifat umum, yaitu sebagai berikut...
  1. Berfungsi sebagai unit dalam sistem kebudayaan sebagai satu kesatuan bulat
  2. Memiliki tujuan yang jelas
  3. Relatif kokoh
  4. Sering menggunakan hasil kebudayaan material dalam menjalankan fungsinya
  5. Sifat karakteristik merupakan sebuah lambang
  6. Umumnya sebagai tradisi tertulis atau lisan

F. Ciri-Ciri Lembaga Sosial
Lembaga sosial erat kaitannya dengan norma – norma yang saling berkaitan satu sama lain. Menurut Gillin dan Gillin, terdapat ciri-ciri utama lembaga sosial antara lain sebagai berikut...
  1. Pola pemikiran dan perilaku terwujud dari dalam aktivitas masyarakat bersama dengan hasil-hasilnya.
  2. Memiliki suatu tingkat kekekalan khusus. Maksudnya, suatu nilai atau norma akan menjadi lembaga yang setelah mengalami proses percobaan dalam waktu yang relatif lama.
  3. Memiliki satu atau beberapa tujuan tertentu.
  4. Memiliki alat kelengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan lembaga tersebut. Umumnya alat ini antara satu masyarakat dan masyarakat lainnya berbeda.
  5. Mempunyai lambang sebagai simbol dalam menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga tersebut.
  6. Merumuskan tujuan dan tata tertibnya, lembaga memiliki tradisi yang tertulis dan tidak tertulis
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 3:12 PM

Pengertian dan Jenis Kelompok Sosial

Kebutuhan hidup manusia dapat dipenuhi hanya dengan mengandalkan kemampuan dirinya sendiri. Sering kali kebutuhan hidup tersebut harus diusahakan secara bersama-sama dengan warga masyarakat yang lain. Interaksi sosial yang terjalin melahirkan berbagai bentuk kelompok, lembaga sosial, dan organisasi sosial.

Realitas manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) tampak dari kenyataan bahwa tidak ada manusia yang dapat hidup sendirian. Hal ini disebabkan karena kemampuan manusia yang serba terbatas. Agar tetap bertahan hidup, manusia harus bekerja sama dengan orang lain.

1. Pengertian Kelompok
Suatu kelompok tidak hanya terdiri atas sejumlah orang saja, tetapi mereka juga mempunyai ikatan mental. Kelompok dimaknai manusia sebagai tempat berlindung dan sarana mendapatkan rasa aman.
Apabila individu merasa aman, dia akan mampu bertindak untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Sekumpulan orang dapat disebut sebagai kelompok apabila memenuhi tiga alasan sebagai berikut.
  • Alasan pertama, karena setiap anggota kelompok menyadari bahwa dia merupakan bagian dari kelompok bersangkutan. Dalam suatu kelompok terdapat hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota lainnya. Hal ini menjadi konsekuensi logis dari adanya kesadaran tersebut. Karena merasa satu bagian, setiap anggota kelompok berinteraksi dengan anggota yang lain.
  • Alasan kedua, ada suatu faktor yang dimiliki bersama oleh anggota kelompok. Mereka berinteraksi lebih lekat karena adanya suatu kesamaan pengalaman atau karena berhadapan dengan masalah yang sama. Tujuannya, agar mereka semua dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi. 
  • Alasan ketiga, karena kumpulan orang itu berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku. Para anggota kelompok berusaha menunjukkan pola perilaku tertentu sesuai kaidah yang mereka patuhi.

Individu membentuk kelompok berdasarkan pada tiga hal berikut.
  • Pertama, adanya keyakinan bersama akan perlunya pengelompokan dan tujuan. 
  • Kedua, harapan yang dihayati anggota kelompok. 
  • Ketiga, ideologi yang mengikat semua anggota. Kesamaan pemikiran di antara beberapa orang mendorong mereka mengelompok agar mereka nyaman dalam berinteraksi.

Para sosiolog telah melakukan klasifikasi berbagai kelompok sosial yang ada dalam masyarakat. Hasil pengkajian itu menghasilkan beberapa konsep, seperti in group dan out group, formal group dan informal group, serta membership group dan reference group.
  1. In-Group adalah kelompok social yang individu-individunya mengidentifikasikan dirinya dengan kelompoknya. Dalam menunjukkan In-Group-nya dalam kehidupan sehari-hari diungkapkan dengan kalimat : kelompok saya, group saya, dsb.
  2. Out-Group adalah kelompok social yang oleh individu-individu diartikan sebagai musuh kelompoknya atau lawan In-Group. Out-Group sering sering diungkapkan dengan istilah : kelompok mereka, group mereka, kelas mereka, dsb.
  3. Formal group adalah kelompok yang mempunyai peraturan yang tegas dan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antar sesamanya. Kriteria rumusan organisasi formal group merupakan keberadaan tata cara untuk memobilisasikan dan mengoordinasikan usaha-usaha demi tercapainya tujuan berdasarkan bagian-bagian organisasi yang bersifat khusus.
  4. Informal Group adalah kelompok-kelompok yang tidak mempunyai struktur dan organisasi yang tertentu atau yang pasti. Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk karena pertemuan-pertemuan yang berulangkali menjadi dasar bagi bertemunya kepentingan-kepentingan dan pengalaman-pengalaman yang sama. 
  5. Membership group adalah suatu kelompok sosial, di mana setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Batas-batas fisik yang dipakai untuk menentukan keanggotaan seseorang tidak dapat ditentukan secara mutlak. Hal ini disebabkan perubahan-perubahan keadaan. Situasi yang tidak tetap akan memengaruhi derajat interaksi di dalam kelompok tadi sehingga adakalanya seorang anggota tidak begitu sering berkumpul dengan kelompok tersebut walaupun secara resmi dia belum keluar dari kelompok itu.
  6. Reference group adalah kelompok sosial yang menjadi acuan seseorang (bukan anggota kelompok) untuk membentuk pribadi dan perilakunya. Dengan kata lain, seseorang yang bukan anggota kelompok sosial bersangkutan mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok tadi. Misalnya, seseorang yang ingin sekali menjadi anggota TNI, tetapi gagal memenuhi persyaratan untuk memasuki lembaga pendidikan militer. Namun, ia bertingkah laku layaknya seorang perwira TNI meskipun dia bukan anggota TNI.

2. Gemeinschaft dan Gesselschaft
Konsep paguyuban (gemeinschaft) dan patembayan (gesellschaft) dikemukakan oleh Ferdinand Tonnies.  Ferdinand Tonnies seperti dikutip oleh Soerjono Soekanto (1989) yang mengklasifikasi kelompok sosial menjadi dua, yaitu gemeinschaft dan gesselschaft.

a. Gemeinschaft
Pengertian paguyuban adalah suatu bentuk kehidupan bersama, di mana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah, serta kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Bentuk paguyuban terutama akan dijumpai di dalam keluarga, kelompok kekerabatan, rukun tetangga, dan sebagainya.

Gemeinschaft mempunyai tiga ciri, yaitu intimate, private, dan exclusive.
  • Pengertian intimate menunjuk pada suatu hubungan menyeluruh di antara anggota kelompok yang mesra sekali. 
  • Private artinya hubungan bersifat pribadi, khusus untuk orang-orang. 
  • Exclusive artinya hubungan tersebut hanyalah untuk kita saja dan tidak untuk orang-orang lain di luar kita. 
Di dalam setiap masyarakat selalu dapat dijumpai salah satu di antara tiga tipe paguyuban berikut.
  • Paguyuban karena ikatan darah (gemeinschaft by blood), yaitu gemeinschaft atau paguyuban yang merupakan ikatan yang didasarkan pada ikatan darah atau keturunan. Misalnya keluarga dan kelompok kekerabatan.
  • Paguyuban karena tempat (gemeinschaft of place), yaitu suatu paguyuban yang terdiri atas orang-orang yang berdekatan tempat tinggal sehingga dapat saling tolong-menolong. Misalnya kelompok arisan, rukun tetangga.
  • Paguyuban karena jiwa pikiran (gemeinschaft of mind), yaitu paguyuban yang terdiri atas orang-orang yang walaupun tidak mempunyai hubungan darah ataupun tempat tinggalnya tidak berdekatan, akan tetapi mereka mempunyai jiwa, pikiran, dan ideologi yang sama. Ikatan pada paguyuban ini biasanya tidak sekuat paguyuban karena darah atau keturunan.

b. Gesselschaft
Patembayan (gesellschaft) adalah ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu tertentu yang pendek. Patembayan bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka (imaginary) serta strukturnya bersifat mekanis seperti sebuah mesin. Bentuk gesellschaft terutama terdapat di dalam hubungan perjanjian yang bersifat timbal balik. Misalnya, ikatan perjanjian kerja, birokrasi dalam suatu kantor, perjanjian dagang, dan sebagainya.

Orang menjadi anggota gesselschaft karena dia mempunyai kepentingan- kepentingan secara rasional. Dengan demikian, kepentingan individual berada di atas kepentingan hidup bersama.Gesselschaft bersifat abstrak dan semu. Misalnya, kelompok orang yang sedang menyaksikan konser Siti Nurhaliza atau Iwan Fals. Hadirin tidak merasa harus saling kenal. Mereka pun tidak harus terus berkumpul setelah konser selesai.

3. Kerumunan dan Publik
Selain kelompok sosial yang teratur, juga terdapat kelompok sosial yang relatif tidak teratur. Kelompok itu berupa kerumunan (crowd) dan publik.
  1. Kerumunan adalah sekelompok individu yang berkumpul secara kebetulan di suatu tempat pada waktu yang bersamaan. Ukuran utama adanya kerumunan adalah kehadiran orang-orang secara fisik. Sedikit banyaknya jumlah kerumunan adalah sejauh mata dapat melihat dan selama telingan dapat mendengarkannya. Kerumunan tersebut segera berakhir setelah orang-orangnya bubar. Oleh karena itu, kerumunan merupakan suatu kelompok sosial yang bersifat sementara (temporer).
  2. Publik lebih merupakan kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui alat-alat komunikasi, seperti pembicaraan pribadi yang berantai, desas-desus, surat kabar, televisi, film, dan sebagainya. Alat penghubung semacam ini lebih memungkinkan suatu publik mempunyai pengikut-pengikut yang lebih luas dan lebih besar. Akan tetapi, karena jumlahnya yang sangat besar, tidak ada pusat perhatian yang tajam sehingga kesatuan juga tidak ada.
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 3:32 PM

Pengertian dan Jenis Tindakan Sosial

Secara kasat mata, tindakan seseorang terlihat dari perbuatannya, seperti berbicara, mengerling, tersenyum, dan menangis. Hampir seluruh gerak tubuh seseorang termasuk tindakan. Sebagian besar tindakan manusia berkaitan dengan orang lain. Tindakan yang berhubungan dengan orang lain disebut sebagai tindakan sosial (sosial action). Suatu tindakan dianggap sebagai tindakan sosial apabila tindakan tersebut memengaruhi atau dipengaruhi oleh orang lain.

Dalam tindakan sosial mengandung tiga konsep, yaitu tindakan, tujuan dan pemahaman. Ciri-ciri dari tindakan sosial adalah: tindakan memiliki makna subjektif, tindakan nyata yang bersifat membatin dan bersifat subjektif, tindakan berpengaruh positif, tindakan diarahkan pada orang lain dan tindakan merupakan respons terhadap tindakan orang lain. Berdasarkan tingkat pemahamannya, terdapat rasionalitas instrumen, rasionalitas berorientasi nilai dan tindakan afektif serta tindakan tradisional.

A. Pengertian Tindakan Sosial
Dalam khazanah sosiologi, pengertian tindakan di atas dipengaruhi oleh definisi Max Weber. Max Weber seperti dikutip oleh G. Ritzer (1992) mengartikan tindakan sosial sebagai tindakan manusia yang dapat memengaruhi individu-individu lainnya dalam masyarakat. Pemikiran Max Weber itu berbeda dengan pemikiran sosiolog lainnya.
  1. Emile Durkheim seperti dikutip oleh G. Ritzer (1992) menunjuk tindakan sosial sebagai perilaku manusia yang diarahkan oleh norma-norma dan tipe solidaritas kelompok tempat ia hidup.
  2. Max Weber, Pengertian Tindakan Sosial adalah sebagai tindakan manusia yang dapat memengaruhi individu-individu lainnya dalam masyarakat. 
  3. Karl Marx seperti dikutip oleh G. Ritzer (1992) mengartikan tindakan sosial sebagai aktivitas manusia yang berusaha menghasilkan barang, atau mencoba sesuatu yang unik, maupun untuk mengejar tujuan tertentu.

Konsep tindakan sosial menjadi salah satu konsep dasar yang sangat penting dalam sosiologi. Bermula dari perbedaan definisi tentang tindakan sosial inilah muncul berbagai aliran dalam sosiologi. Hal ini disebabkan karena konsep ini berpengaruh terhadap teori selanjutnya.

B. Jenis-Jenis Tindakan Sosial
Manusia bertindak didorong oleh tujuan tertentu. Perbedaan tujuan melahirkan tindakan sosial yang beraneka ragam. Max Weber seperti dikutip oleh George Ritzer (1992) membedakan tindakan sosial ke dalam empat kategori sebagai berikut.
  1. Zwerk Rational (Rasionalitas Instrumental) dilaksanakan setelah melalui pertimbangan matang mengenai tujuan dan cara yang akan ditempuh untuk meraih tujuan itu. Jadi, Zwerk Rational melekat pada tindakan yang diarahkan secara rasional untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
  2. Werk Rational (Rasionalitas Nilai) hampir serupa dengan kategori atau jenis tindakan rasionalitas instrumental. Hanya saja dalam Werk Rational tindakan-tindakan sosial ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan atas dasar keyakinan individu pada nilai-nilai estetis, etis, dan keagamaan. Contohnya, seorang pemuda memberikan tempat duduknya kepada seorang nenek karena ia memiliki keyakinan etis bahwa anak muda harus hormat kepada orang tua. 
  3. Affectual Action (Tindakan yang Dipengaruhi Emosi). Misalnya, hubungan kasih sayang seorang kakak kepada adik atau hubungan cinta kasih dua remaja yang sedang dimabuk asmara.
  4. Traditional Action (Tindakan karena Kebiasaan) adalah dilakukan yang dilakukan semata-mata mengikuti tradisi atau kebiasaan yang sudah baku. Misalnya, tradisi mudik saat Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri. Orang tetap memaksakan diri untuk pulang kampung meski harus bersusah payah untuk mewujudkannya.
Karapan Sapi
Tabel Jenis Tindakan Sosial
No.Jenis TindakanBentuk Tindakan
1. Zwerk Rational
  1. Pak Wawan mengatur taktik permainan untuk memenangkan babak final kejuaraan sepak
  2. Andri bergabung dengan sebuah lembaga bimbingan belajar terkemuka yang ada di kotanya.
  3. Fauzi memutuskan untuk membeli buku-buku pelajaran sekolah daripada komik.
2. Werk Rational
  1. Menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing.
  2. Seorang rajin beribadah/sembahyang karena dia memikirkan manfaatnya yaitu ingin masuk surga.
  3. Makan harus pakai tangan kanan karena lebih sopan.
3. Affectual Action
  1. Tindakan meloncat-loncat karena kegirangan
  2. Menangis karena orang tuanya meninggal dunia
  3. Suporter bersorak kegirangan ketikamenonton Real Madrid 
4. Traditional Action
  1. Upacara Seba suku Badui 
  2. Mencium tangan dan mengucapkan salam kepada orang tua saat akan pergi dari rumah.
  3. Mitoni bagi masyarakat Jawa
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 2:42 PM

Keteraturan Sosial dan Konflik Sosial

Kehidupan sosial selalu diwarnai oleh dua kecenderungan yang saling bertolak belakang. Di satu sisi
manusia berinteraksi untuk saling bekerja sama, menghargai, menghormati, hidup rukun, dan bergotong royong. Di sisi lain manusia berinteraksi dalam bentuk pertikaian, peperangan, tidak adanya rasa saling memiliki, dan lain-lain. Interaksi sosial mempunyai dua bentuk, yakni interaksi sosial yang mengarah pada bentuk penyatuan (asosiatif) dan yang mengarah pada bentuk pemisahan (disosiatif).

A. Proses Asosiatif dan Keteraturan Sosial
Setiap masyarakat menginginkan terciptanya keadaan yang teratur dan tertib. Keteraturan dan ketertiban itu dapat tercapai bila seluruh anggota masyarakat tunduk pada nilai dan norma yang berlaku. Ciri-ciri tertib sosial sebagai berikut.
  1. Terdapat suatu sistem nilai dan norma yang jelas.
  2. Individu atau kelompok memahami serta mengetahui normanorma sosial dan nilai-nilai yang berlaku.
  3. Individu atau kelompok menyesuaikan tindakannya dengan norma sosial dan nilai sosial yang berlaku.

Sistem nilai atau tatanan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat diakui dan dipatuhi oleh masyarakat, maka disebut dengan tatanan sosial (sosial order). Sedangkan kondisi keteraturan sosial
yang tetap dan berlangsung terus-menerus disebut keajegan.
Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk keteraturan sosial itu bisa berwujud kerja sama, akomodasi, dan asimilasi.

1. Kerja Sama (Cooperation)
Sebagian besar bentuk interaksi sosial merupakan kerja sama. Ada beberapa bentuk interaksi yang berupa kerja sama, yakni bargaining, cooptation, coalition, dan joint venture. Soerjono Soekanto (1989) menjelaskan pengertian setiap bentuk kerja sama itu sebagai berikut.
  • Bargaining adalah pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang atau
  • jasa antara dua organisasi atau lebih.
  • Cooptation yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.
  • Coalition adalah kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Coalition dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu, karena dua organisasi atau lebih tersebut mungkin mempunyai struktur yang berbeda satu sama lain.
  • Joint venture yaitu kerja sama dengan pengusaha proyek tertentu untuk menghasilkan keuntungan yang akan dibagi menurut proporsi tertentu.
2. Akomodasi (Accomodation)
Akomodasi digunakan untuk menyebut suatu proses penyesuaian antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok, guna mengurangi, mencegah, atau mengatasi ketegangan dan kekacauan. Ada dua pengertian akomodasi.
  • Pertama, akomodasi sebagai keadaan, yaitu suatu kenyataan adanya keseimbangan dalam berinteraksi yang dilandasi dengan norma-norma dan nilai-nilai sosial bersama. 
  • Kedua, akomodasi sebagai proses, yaitu usahausaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan dalam rangka mencapai keseimbangan (kestabilan).

Para sosiolog telah merumuskan sembilan bentuk akomodasi, yaitu coercion, arbitrage, compromise, mediation, conciliation, tolerance, stalemate, dan adjudication

3. Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi menunjuk pada proses sosial yang ditandai adanya usaha mengurangi perbedaan yang terdapat di antara beberapa orang atau kelompok serta usaha menyamakan sikap, mental, dan tindakan demi tercapainya tujuan bersama.

Dapat pula dikatakan, asimilasi berupa bercampurnya kebudayaan luar dengan kebudayaan lokal sehingga memunculkan kebudayaan baru. Contoh asimilasi antardua kelompok masyarakat adalah upaya untuk membaurkan etnis Tionghoa dengan masyarakat pribumi.
Faktor Pendukung AsimilasiFaktor Penghambat Asimilasi
  1. Adanya toleransi antarkebudayaan yang berbeda.
  2. Adanya kesempatan yang sama dalam bidang ekonomi.
  3. Adanya sikap menghargai terhadap orang asing dan kebudayaannya.
  4. Adanya sikap terbuka dari golongan yang berkuasa.
  5. Adanya kesamaan-kesamaan dalam unsur kebudayaan kedua belah pihak.
  6. Terjadinya perkawinan campur.
  7. Adanya musuh bersama dari luar.
  1. Letak geografis yang terisolasi (tertutup).
  2. Rendahnya pengetahuan tentang kebudayaan yang lain.
  3. Adanya ketakutan yang berlebihan terhadap kebudayaan yang lain.
  4. Adanya sikap superior yang menilai tinggi kebudayaan sendiri.
  5. Adanya perbedaan ciri-ciri ras yang mencolok.
  6. Adanya perasaan in-group yang kuat.
  7. Adanya perbedaan kepentingan
B. Proses Disosiatif dan Konflik Sosial
Interaksi sosial yang berbentuk kompetisi (persaingan) dan pertentangan bisa dikatakan sebagai aspek dinamis dari masyarakat. Bentuk-bentuk interaksi yang tergolong dalam proses disosiatif ini memang mengarah pada konflik sosial. Namun, konflik sosial tidak selalu berarti jelek untuk masyarakat.

1. Persaingan (Competition)
Persaingan merupakan proses sosial yang ditandai adanya saling berlomba atau bersaing antarindividu atau antarkelompok tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan untuk mengejar suatu nilai tertentu agar lebih maju, lebih baik, atau lebih kuat.

Persaingan mempunyai dua bentuk yaitu personal competition dan impersonal competition. Personal competition menunjuk pada persaingan antara individu dengan individu lainnya. Sedangkan impersonal competition mengacu pada persaingan yang tidak melibatkan satu per satu individu.

Gillin dan Gillin seperti dikutip oleh Soerjono Soekanto (1989) memberikan empat fungsi persaingan, yaitu:
  • Sebagai penyalur keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetisi,
  • Sebagai cara agar nilai-nilai dan sesuatu yang terbatas dapat diperebutkan secara baik,
  • Sebagai alat untuk mengadakan seleksi, serta
  • Sebagai alat untuk menyaring warga dalam mengerjakan tugas-tugas sehingga terjadi pembagian tugas.

2. Kontravensi (Contravention)
Kontravensi adalah suatu sikap mental yang tersembunyi terhadap orang-orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan kelompok lain. Leopold von Wiese dan Howard Becker seperti dikutip oleh Soerjono Soekanto (1989) menyebut empat subproses kontravensi, yaitu:
  • Proses yang Umum Terjadi seperti penolakan, keengganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes, gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan, dan perbuatan mengacaukan rencana pihak lain.
  • Proses yang Sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum, memaki-maki orang lain, penolakan melalui surat selebaran, memfitnah, dan sebagainya.
  • Proses yang Intensif seperti perbuatan berkhianat, mengumumkan rahasia pihak
  • lain, dan sebagainya.
  • Proses yang Bersifat Taktis Perbuatan seperti memprovokasi, intimidasi, mengejutkan lawan, membingungkan pihak lain, dan sebagainya.

3. Pertentangan (Conflict)
Pertentangan adalah suatu proses sosial dalam rangka memenuhi tujuan individu atau kelompok dengan cara menentang pihak lain yang disertai ancaman atau kekerasan. Konflik merupakan bentuk interaksi sosial yang negatif. Contohnya, pertentangan antarkampung yang menggunakan kekerasan. Menurut Soerjono Soekanto (1989) sebab-sebab terjadinya
pertentangan sebagai berikut.
  • Perbedaan antarindividu, seperti perbedaan pemikiran, pendirian, ideologi, kepentingan, dan lain-lain.
  • Perbedaan kebudayaan, seperti adanya perasaan yang menganggap kebudayaannya yang paling unggul dan meremehkan kebudayaan lain dapat memicu perbedaan kebudayaan.
  • Perbedaan kepentingan, seperti pertentangan antara eksekutif (pemerintah) dengan legislatif (DPR) adalah contoh nyata perbedaan kepentingan.
  • Perubahan sosial. Pergeseran nilai dan norma sosial merupakan bentuk perubahan sosial. Apabila perubahan sosial itu berlangsung sangat cepat dapat menimbulkan pertentangan antarkelompok.
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 7:16 PM

Pengertian Syarat dan Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial

Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok satu dengan kelompok lainnya. Banyaknya kebutuhan hidup manusia mendorong individu satu bergaul dengan individu yang lain. Dalam pergaulan antarindividu, setiap individu melakukan tindakan tertentu agar kebutuhan hidupnya terpenuhi. Hal ini merupakan bukti bahwa individu membutuhkan keberadaan individu yang lain. Oleh karena itu, mereka menjalin hubungan baik dengan orang-orang di sekitarnya.

Hubungan antarindividu mendorong dinamika kehidupan masyarakat. Proses tersebut menghasilkan kajian sosiologi tentang interaksi sosial. Hubungan sosial antarmanusia terjalin dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup bersama. Dalam hubungan itu satu sama lain saling memengaruhi.

1. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Menurut Gillin dan Gillin seperti dikutip oleh Soerjono Soekanto (1989), syarat terjadinya interaksi sosial berupa adanya kontak sosial dan komunikasi.
  1. Kontak sosial mengacu pada hubungan sosial antara individu satu dengan individu lain yang bersifat langsung, seperti sentuhan, percakapan, maupun tatap muka sebagai wujud aksi dan reaksi. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan saat ini telah memungkinkan terjadinya kontak sosial secara tidak langsung. Pihak-pihak yang saling berhubungan menggunakan seperangkat alat saat mengadakan kontak sosial.
  2. Komunikasi merujuk pada proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain yang dilakukan secara langsung maupun melalui alat bantu agar orang lain memberikan tanggapan atau respons tertentu. Komunikasi muncul setelah kontak berlangsung (ada kontak belum tentu terjadi komunikasi).

Proses komunikasi terjadi pada saat kontak sosial berlangsung. Orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator, sedangkan orang yang menerima pesan disebut komunikan.

2. Ciri-Ciri Interaksi Sosial
 Menurut Tim Sosiologi (2002), ada empat ciri - ciri interaksi sosial, antara lain (p. 23) :
  1. Jumlah pelakunya lebih dari satu orang
  2. Terjadinya komunikasi di antara pelaku melalui kontak sosial
  3. Mempunyai maksud atau tujuan yang jelas
  4. Dilaksanakan melalui suatu pola sistem sosial tertentu

3. Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial
Karp dan Yoels seperti dikutip oleh Kamanto Sunarto (2000) mengemukakan bahwa untuk dapat berinteraksi, seseorang perlu mempunyai informasi mengenai orang yang berada di hadapannya. Orang mencari informasi mengenai orang yang dihadapinya dengan mengamati ciri fisik yang diwarisi sejak lahir, seperti jenis kelamin, usia, ras, serta penampilan atau daya tarik fisik, penampilan busana, dan percakapan'

  1. Usia. Terdapat perbedaan sikap dan perbuatan individu saat berinteraksi dengan orang yang dianggap lebih tua, seperti kakek, nenek, ayah, ibu, paman, atau bibi. Perbedaan itu tampak ketika dibandingkan dengan sikap dan perbuatan individu saat berinteraksi dengan orang yang sebaya atau dengan orang yang lebih muda.
  2. Jenis kelamin sangat memengaruhi interaksi. Jika kita berinteraksi dengan orang yang jenis kelaminnya tidak jelas (waria), sering kita mengalami kebingungan untuk menyapanya. Untuk menghindari kesulitan interaksi itu, orang lebih memilih untuk tidak berinteraksi.
  3. Penampilan Fisik. Orang yang berpenampilan fisik menarik akan lebih mudah bergaul. Hal ini disebabkan karena banyak orang yang merasa senang berinteraksi dengannya. Sedangkan orang yang berpenampilan fisik tidak menarik sering mengalami kesulitan dalam pergaulan.
  4. Penampilan Berbusana. Pakaian yang kita kenakan memengaruhi interaksi yang kita lakukan. Jika kita masuk ke perkantoran dengan berpakaian formal tentu berbeda ketika dengan kaus tanpa kerah dan celana jin dalam hal perlakuannya.
  5. Percakapan. Kata-kata yang diucapkan oleh seseorang juga memengaruhi dalam berinteraksi. Ungkapan-ungkapan yang diucapkan dalam percakapan biasanya berfungsi untuk menunjukkan status orang yang berbicara. Dia berharap lawan interaksinya mengetahui bahwa dia berkuasa, kaya, atau mempunyai prestise.


4. Faktor-Faktor yang Mendasari Berlangsungnya Interaksi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto (1989), interaksi sosial berlangsung dengan didasari oleh beberapa faktor berikut.
  1. Imitasi adalah tindakan atau usaha untuk meniru tindakan orang lain sebagai tokoh idealnya. Imitasi cenderung secara tidak disadari dilakukan oleh seseorang.  Suatu pihak yang melakukan imitasi akan meniru sama persis tindakan yang dilakukan oleh pihak yang diimitasi. Dia tidak berpikir panjang tentang tujuan peniruannya. Dalam imitasi, peniruan dapat berwujud penampilan, sikap, tingkah laku, dan gaya hidup pihak yang ditiru.
  2. Sugesti adalah pemberian pengaruh pandangan seseorang kepada orang lain dengan cara tertentu, sehingga orang tersebut mengikuti pandangan/pengaruh tersebut tanpa berpikir panjang. Sugesti biasanya dilakukan oleh orang yang berwibawa, mempunyai pengaruh besar, atau terkenal dalam masyarakat. Contoh sugesti salah satunya adalah obat yang harganya mahal yang merupakan produk impor dianggap pasti manjur menyembuhkan penyakit. Anggapan tersebut merupakan sugesti yang muncul akibat harga obat yang mahal dan embel-embel produk luar negeri.
Sugesti
  1. Identifikasi adalah kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain. Identifikasi mengakibatkan terjadinya pengaruh yang lebih dalam dari sugesti dan imitasi karena identifikasi dilakukan oleh seseorang secara sadar.  Misalnya, perilaku para pengidola Iwan Fals. Mereka mengagumi Iwan Fals antara lain karena keberanian Iwan menyuarakan kritik lewat lagu kepada penguasa.
  2. Simpati adalah suatu proses seseorang yang merasa tertarik pada orang lain. Perasaan simpati itu bisa juga disampaikan kepada seseorang atau sekelompok orang atau suatu lembaga formal pada saat-saat khusus. Contoh simpati adalah pada peringatan ulang tahun, pada saat lulus ujian, atau pada saat mencapai suatu prestasi.
  3. Empati adalah kemampuan mengambil atau memainkan peranan secara efektif dan seseorang atau orang lain dalam konsidi yang sebenar-benarnya, seolah-olah ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain tersebut seperti rasa senang, sakit, susah, dan bahagia. Empat hampir mirip dengan sikap simpati. Perbedaannya, sikap empati lebih menjiwai atau lebih terlihat secara emosional. Contoh empati adalah saat kita turut merasakan empati terhadap masyarakat Yogyakarta yang menjadi korban letusan Gunung Merapi.
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 3:39 PM

Pengertian dan Jenis Norma Sosial

Setiap manusia mempunyai sejumlah kebutuhan yang harus dipenuhi untuk melangsungkan kehidupannya. Apabila manusia berhasil memenuhi kebutuhan tersebut, kehidupannya akan sejahtera. Setiap manusia untuk melakukan berbagai daya upaya demi mencapai kesejahteraan sehingga di masyarakat akan terjadi benturan antara satu orang dengan orang yang lain. Agar kehidupan berlangsung dengan tertib, masyarakat memerlukan seperangkat norma sosial.

1. Pengertian Norma Sosial
Norma adalah peraturan hidup yang tumbuh dalam masyarakat sebagai unsur pengikat dan pengendali manusia dalam kehidupan masyarakat. Dengan ditaatinya norma-norma tersebut maka kehidupan bermasyarakat tentunya ada dalam kedamaian dengan toleransi tinggi. Guna mendukung tercapainya nilai yang dianut, tentu dibutuhkan norma-norma sebagai aturan berperilaku.

Norma sosial menurut Soerjono Soekanto (1989) sebagai aturan yang berlaku di dalam masyarakat yang disertai dengan sanksi bagi individu atau kelompok bila melanggar aturan tersebut. Sanksi bisa berupa teguran, denda, pengucilan, atau hukuman fisik. Individu wajib mematuhi norma yang telah dirumuskan.

Norma sosial dibutuhkan untuk mewujudkan nilai-nilai sosial. Ketika masyarakat menyepakati perlunya persatuan dan kebersamaan di antara warga masyarakat, dibuatlah suatu aturan bersikap serta bertindak yang dapat mewujudkan nilai persatuan dan kebersamaan itu.

2. Macam-Macam Norma sosial
Norma sosial yang ada di masyarakat dapat dikelompokan berdasarkan kekuatan mengikatnya dan berdasarkan bidang kehidupan tertentu.

1. Norma Berdasarkan Kekuatan Mengikatnya
Norma-norma yang ada di dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang berdaya ikat lemah, sedang, dan kuat. Berdasarkan kekuatan mengikatnya, Soerjono Soekanto (1989) menuliskan empat norma, yaitu cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan adat-istiadat (custom).
  1. Cara (Usage) Cara menunjuk pada suatu bentuk perbuatan. Cara lebih menonjol dalam hubungan antarindividu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan terhadap cara tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat. Individu yang melanggar cara hanya sekadar dicela oleh individu yang lain. Contoh cara ialah melipat lembar halaman buku untuk menandai bagian buku yang telah dibaca.
  2. Kebiasaan (Folkways). Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama karena banyak orang menyukai perbuatan tersebut. Sedangkan menurut R.M. Mac Iver dan Charles H. Page seperti dikutip Soerjono Soekanto (1989), kebiasaan merupakan perikelakuan yang diakui dan diterima oleh masyarakat. Kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar daripada cara.
  3. Tata kelakuan (Mores). Menurut Mac Iver dan Page seperti dikutip Soerjono Soekanto (1989), kebiasaan yang diterima sebagai norma-norma pengatur berarti telah meningkat menjadi tata kelakuan (mores). Tata kelakuan digunakan oleh masyarakat secara sadar maupun tidak sadar untuk mengawasi warga masyarakat.
  4. Adat-Istiadat (Custom). Tata kelakuan yang kekal dan menyatu dengan pola-pola perilaku masyarakat dapat meningkat kekuatan mengikatnya menjadi adat istiadat (custom). Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan menderita sanksi berat dari masyarakat.

2. Menurut Bidang-bidang Kehidupan Tertentu
Norma sosial yang berlaku di masyarakat sangatlah beragam. Menurut kajian sosiologi, bermacam-macam norma sosial itu dapat dikelompokkan menjadi beberapa pengertian berikut.
Norma Sosial
  1. Norma Agama. Norma agama berasal dari Tuhan Yang Maha Esa yang diajarkan kepada manusia melalui ajaran agama. Contohnya, tindakan berpuasa di kalangan umat muslim serta ajaran untuk tidak merugikan orang lain. Orang yang melanggar norma agama akan mendapat dosa.
  2. Norma Kesusilaan. Norma kesusilaan berasal dari hati nurani sehingga seseorang dapat membedakan antara perbuatan yang dianggap baik dengan perbuatan yang dianggap buruk. Contoh norma kesusilaan antara lain anak harus menghormati orang tuanya atau setiap orang dilarang melakukan hubungan seksual di luar nikah. Orang yang melanggar norma kesusilaan akan dikucilkan secara fisik dan batin.
  3. Norma Kesopanan. Norma kesopanan mengarah pada tingkah laku yang dianggap wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh norma kesopanan ialah mengucapkan salam saat memasuki rumah orang lain, menyapa kenalan yang kita temui di jalan, atau makan dengan menggunakan tangan kanan. Pelanggaran terhadap norma ini akan dikenai celaan, kritik, dan lain-lain.
  4. Norma Kebiasaan. Norma kebiasaan menunjuk pada perbuatan yang diulang-ulang karena disenangi oleh banyak orang. Contohnya, jika bepergian ke tempat yang jauh, kita membelikan oleh-oleh untuk keluarga dan tetangga dekat. Sanksi bagi pelanggar norma kebiasaan berupa celaan atau pengucilan.
  5. Norma Hukum. Norma hukum berupa rangkaian aturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh lembaga formal, seperti pemerintah. Contohnya, perintah memakai helm standar bagi pengendara motor atau Undang-Undang Nomor 22 tentang Pemerintahan Desa. Pelanggaran terhadap norma hukum akan dikenai denda, penjara, bahkan hukuman mati.

4. Peran Norma Sosial
Norma sosial dibentuk dan disepakati bersama. Tidak dapat dipungkiri bahwa nilai dan norma dijadikan sebagai pelindung dari tindakan destruktif orang lain terhadap diri. Nilai dan norma sosial memiliki peranan yang berarti bagi individu anggota suatu masyarakat maupun masyarakat secara keseluruhan. Peran-peran tersebut antara lain:
  1. Sebagai Petunjuk Arah (Orientasi) Bersikap dan Bertindak
  2. Sebagai Pemandu dan Pengontrol bagi Sikap dan Tindakan Manusia
  3. Sebagai Pendorong Sikap dan Tindakan Manusia
  4. Sebagai Benteng Perlindungan bagi Keberadaan Masyarakat
  5. Sebagai Alat Pemersatu Anggota Masyarakat

5. Pelanggaran terhadap Nilai dan Norma Sosial
Pelanggaran atas nilai sosial tidak mudah dikenali. Kita dapat mengenali terjadinya pelanggaran terhadap norma dengan memerhatikan tindakan seseorang yang tidak sesuai dengan norma. Berdasarkan tingkat penyimpangan yang dilakukan, pelaku pelanggaran dapat diberi sebutan sebagai berikut.
  1. Pembandel, jika ia tidak tunduk kepada nasihat orang-orang di lingkungan agar mau mengubah sikapnya sesuai kaidah.
  2. Pembangkang, jika ia tidak mau tunduk kepada peringatan orang- orang yang berwenang di lingkungannya.
  3. Pelanggar, jika ia melanggar norma-norma sosial yang berlaku.
  4. Penjahat, jika ia mengabaikan norma sosial sehingga menimbulkan kerugian harta dan jiwa di lingkungannya.
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 7:46 PM

Pengertian Ciri dan Sumber Nilai Sosial

Dalam kehidupan kita terdapat sesuatu yang dianggap berharga dan ingin diraih oleh setiap manusia yaitu nilai. Nilai dalam sosiologi bukanlah onggokan angka yang tertera di buku rapor. Konsep nilai mempunyai arti yang penting bagi masyarakat. Nilai dapat dipahami dalam dua pengertian: nilai sebagai kata benda (noun) dan nilai sebagai kata kerja (verb).

Untuk memahami pengertian nilai sebagai kata benda, cobalah kalian bandingkan antara mobil dengan motor. Masyarakat menganggap mobil lebih berharga dari motor. Ini berarti nilai sebuah mobil lebih tinggi daripada nilai sebuah motor. Nilai yang melekat pada sebuah benda menunjukkan kualitas (kebaikan dan keberhargaan) yang dikandung oleh benda tersebut.

Sedangkan nilai sebagai kata kerja (verb) dapat kalian pahami dengan memerhatikan ketika berangkat sekolah kalian melihat seorang anak SD terserempet motor. Ada dua pilihan pada saat itu, yaitu menolong anak SD atau bergegas menuju sekolah. Pilihan yang diambil mencerminkan keyakinanmu tentang sesuatu yang baik atau buruk, benar atau salah. Jadi, nilai mengandung standar normatif bagi individu dalam kehidupan sosialnya.

1. Pengertian Nilai Sosial
Koentjaraningrat (1981) mengartikan nilai sosial sebagai konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat penting
dalam hidup. Sementara itu, Charles F. Andrian (1992) mendefinisikan nilai sosial sebagai konsep-konsep umum mengenai sesuatu yang ingin dicapai, serta memberikan petunjuk mengenai tindakan-tindakan yang harus diambil.

Menurut C. Kluckhohn seperti dikutip oleh M. Munandar Soelaeman (1987), semua nilai pada dasarnya mengenai lima masalah pokok, yaitu:
  1. Nilai mengenai hakikat hidup manusia. Hakikat hidup menurut setiap kebudayaan dapat berbeda-beda. Karena itu ada yang berusaha memadamkan hidup. Sedangkan ada kebudayaan lain yang menganggap hidup sebagai suatu hal yang baik. Mereka berusaha mengisi hidupnya.
  2. Nilai mengenai hakikat karya amanusia.. Ada kebudayaan yang meyakini bahwa manusia berkarya sebagai tujuan hidupnya. Ada pula kebudayaan yang menilai karya dapat memberikan kedudukan atau kehormatan.
  3. Nilai mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang dan waktu. Ada kebudayaan yang mementingkan orientasi masa lampau, ada pula kebudayaan yang berorientasi pada masa kini atau masa yang akan datang.
  4. Nilai mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitar. Sebagian kebudayaan menganggap manusia harus mengeksploitasi alam atau memanfaatkan alam semaksimal mungkin. Menurut kebudayaan yang lain, manusia harus bersikap harmonis dengan alam. Namun, ada juga kebudayaan yang memaksa manusia untuk menyerah kepada alam.
  5. Nilai mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya. Dalam hal ini ada yang mementingkan hubungan manusia dengan manusia lain yang sejajar. Ada pula yang mementingkan hubungan dengan para pemimpin masyarakat.
2. Jenis-jenis Nilai Sosial
Menurut Notonagoro seperti dikutip oleh Koentjaraningrat (1975) membagi nilai menjadi tiga sebagai berikut.
  1. Nilai material, meliputi berbagai konsepsi mengenai segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
  2. Nilai vital, meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berguna bagi manusia dalam melaksanakan berbagai aktivitas.
  3. Nilai kerohanian, meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan rohani manusia seperti: 1) nilai kebenaran, yakni yang bersumber pada akal manusia (cipta); 2) nilai keindahan, yakni yang bersumber pada perasaan (estetika); 3) nilai moral, yakni bersumber pada unsur kehendak (karsa); dan 4) nilai keagamaan (religiusitas), yakni nilai yang bersumber pada wahyu dari Tuhan.

Berdasarkan fungsinya, nilai dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu nilai integratif dan disintegratif.

  1. Nilai integratif . Nilai integratif adalah nilai-nilai di mana akan memberikan tuntutan atau mengarahkan seseorang atau kelompok dalam usaha untuk mencapai cita-cita bersama. Sifat nilai integratif dalam universal, misalnya sopan santun, tenggang rasa, kepedulian, dan lain-lain.
  2. Nilai disintegratif . Nilai disintegratif adalah nilai-nilai sosial yang berlaku hanya untuk sekelompok orang di wilayah tertentu. Jadi, sifat nilai disintegratif adalah lokal dan sangat etnosentris. Contoh: dalam hal memberi sesuatu kepada seseorang. Orang Prancis menerima atau memberi dengan tangan kiri adalah sesuatu yang wajar, namun bagi orang Indonesia memberi dengan tangan kiri diartikan sebagai penghinaan.


3. Tolok Ukur Nilai Sosial
Setiap masyarakat mempunyai nilai yang berbeda - beda. Hal ini disebabkan setiap masyarakat mempunyai tolak ukur nilai yang berbeda - beda pula. Selain itu, perbedaan cara pandang masyarakat terhadap nilai mendorong munculnya perbedaan nilai. Misalnya, suatu masyarakat menjunjung tinggi anggapan tentang waktu adalah uang dan kerja keras. Sedang di masyarakat lain menganggap kedua hal tersebut tidak penting atau dianggap sebagai gejala materialisme.

Suatu nilai dapat tetap dipertahankan apabila nilai tersebut mempunyai daya guna fungsional, artinya mempunyai kebermanfaatan bagi kehidupan masyarakat itu sendiri, seperti pada contoh di atas. Dengan kata lain, tolok ukur nilai sosial ditentukan dari kegunaan nilai tersebut. Jika berguna dipertahankan, jika tidak akan terbuang seiring dengan berjalannya waktu.

Sebagai contoh, saat ini perempuan bekerja di luar rumah sudah tidak dianggap sebagai sesuatu yang jelek dan menyalahi kodrat. Salah satu alasannya karena desakan ekonomi keluarga sehingga banyak perempuan bekerja di luar rumah. Pandangan masyarakat mulai berubah, nilai sosial pun berubah. Dalam hal ini, perempuan yang hanya berperan di rumah dipandang sudah tidak lagi fungsional.

4. Ciri-Ciri Nilai Sosial
Ciri-ciri nilai sosial sebagai berikut.
  1. Merupakan hasil interaksi sosial antaranggota masyarakat.
  2. Bisa dipertukarkan kepada individu atau kelompok lain.
  3. Terbentuk melalui proses belajar.
  4. Bervariasi antarmasyarakat yang berbeda.
  5. Bisa berbeda pengaruhnya terhadap setiap individu dalam masyarakat.
  6. Bisa berpengaruh positif atau negatif terhadap pengembangan pribadi seseorang.
  7. Berisi anggapan-anggapan dari berbagai objek di dalam masyarakat

5. Sumber Nilai Sosial
Dalam kajian sosiologi, nilai sosial yang diyakini individu dapat bersumber dari Tuhan, masyarakat, dan individu. Untuk memahaminya lebih jauh, simaklah paparan berikut.
  1. Tuhan. Sebagian besar nilai sosial yang dimiliki masyarakat bersumber dari Tuhan. Nilai sosial ini disampaikan melalui ajaran-ajaran agama. Nilai-nilai sosial dari Tuhan memberikan pedoman cara bersikap dan bertindak bagi manusia. Contohnya, nilai tentang hidup sederhana, kejujuran, berbuat baik kepada sesama makhluk, dan keberanian membela kebenaran. Para ahli menyebut nilai yang bersumber dari Tuhan sebagai nilai Theonom.
  2. Masyarakat. Nilai sosial yang berasal dari hasil kesepakatan banyak orang ini disebut nilai heteronom. Contohnya, Pancasila berisi ajaran nilai yang harus dipedomani oleh seluruh warga negara dan para penyelenggara negara di Indonesia. Pancasila merupakan rumusan hasil kesepakatan para pendiri negara.
  3. Individu. Perumusan nilai oleh individu tersebut biasanya dilakukan oleh individu yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan warga masyarakat yang lain. Nilai sosial yang berasal dari individu disebut nilai otonom. Contoh nilai otonom adalah konsep trias politica yang dirumuskan oleh J.J. Rousseau.  Sekarang, konsep trias politica menjadi bagian penting dari demokrasi yang diterapkan di sebagian besar negara di dunia.

6. Peran Nilai Sosial
Di dalam masyarakat yang terus berkembang nilai senantiasa ikut berubah. Pergeseran nilai dalam banyak hal akan memengaruhi kebiasaan - kebiasaan ataupun tata kelakuan yang berlaku dalam masyarakat.  Ada beberapa peran nilai sosial dalam kehiduan sehari-hari.
Mencontek
  1. Nilai sosial menjadi petunjuk arah bersikap dan bertindak. Misalnya pada tindakan siswa yang urung menyontek karena memegang teguh nilai kejujuran. Dia meyakini kejujuran mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia sehingga bertekad untuk berlaku jujur dalam hidupnya.
  2. Pemandu serta pengontrol sikap dan tindakan manusia. Individu akan membandingkan sikap dan tindakannya dengan nilai tersebut. Dari sini individu dapat menentukan bahwa tindakannya itu benar atau salah.
  3. Memotivasi manusia. Misalnya pada kehidupan guru di lingkungan masyarakat. Sebagian besar guru menempatkan diri sebagai pribadi yang mesti memberikan teladan bagi orangorang di sekitarnya. Karena pemahaman tersebut, sang guru berusaha menjaga tindakan-tindakan agar sesuai dengan harapan masyarakat.
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 7:16 PM

Konsep Dasar dan Metode Penelitian Sosiologi

Sebagai ilmu, sosiologi memiliki teori-teori yang telah dibangun dari konsep-konsep dasar dan metode ilmiah tentang manusia dalam kehidupan masyarakat.  Fenomena diartikan sebagai gejala-gejala yang terjadi dalam masyarakat yang bersifat luar biasa. Dalam penyelidikan fenomena sosial memerlukan metode atau suatu cara kerja. Soerjono Soekanto (1989) membagi metode penelitian ke dalam dua kelompok besar, yaitu metode kualitatif dan kuantitatif.

A. Metode Penelitian Sosiologi
Metodologi penelitian merupakan ilmu yang mempelajari tentang metodologi penelitian dan ilmu tentang alat untuk penelitian. Secara garis besar, Sosiologi membagi metode penelitiannya kedalam 2 kategori, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif.

1. Metode Kualitatif
Metode kualitatif mengutamakan bahan yang sukar diukur dengan angka-angka dan ukuran lain yang bersifat eksak. Misalnya, tentang komunitas pengemudi becak atau tingkat partisipasi warga kota terhadap program lingkungan sehat. Lebih jauh, Soerjono Soekanto (1989) membagi metode kualitatif menjadi tiga.
  • Metode historis yaitu metode yang menggunakan analisis atas peristiwa pada masa lampau untuk merumuskan prinsip-prinsip umum. Seorang sosiolog yang ingin menyelidiki akibat-akibat revolusi secara umum, akan mempergunakan bahan-bahan sejarah untuk meneliti revolusi-revolusi penting yang terjadi pada masa silam.
  • Metode komparatif yaitu metode yang membandingkan bermacam-macam masyarakat beserta bidang-bidangnya untuk memperoleh perbedaan, persamaan, dan penyebabnya. Perbedaan dan persamaan tersebut bertujuan untuk mendapatkan petunjuk mengenai perilaku masyarakat pada masa silam dan sekarang.
  • Metode case study yaitu metode untuk mempelajari sedalam-dalamnya salah satu gejala nyata dalam masyarakat. Metode case study digunakan untuk menelaah suatu keadaan kelompok, komunitas, lembaga, maupun individu. Alat yang dipakai dalam metode case study berupa wawancara, kuesioner, atau observasi partisipatif.
Metode Kulaitaif dan Kuantitatif
2. Metode Kualitatif
Metode kualitaif menggunakan bahan-bahan keterangan dengan angka-angka sehingga gejala-gejala yang diteliti dapat diukur dengan menggunakan skala, indeks, tabel, dan formula yang menggunakan perhitungan matematika. Metode statistik dan sosiometri termasuk dalam metode kuantitatif. Statistik berusaha menelaah gejala-gejala sosial secara matematis. Sedangkan sosiometri menggunakan skala dan angka untuk mempelajari hubungan antarmanusia dalam masyarakat.

Paul B. Horton (1999) menyebutkan adanya penelitian evaluasi Penelitian evaluasi adalah penggunaan prosedur riset ilmiah untuk mengukur keefektifan suatu program kegiatan. Tujuannya untuk memutuskan apakah suatu program bisa diteruskan dan bagaimana cara mengembangkannya. Penelitian evaluasi tidak mudah dilakukan karena banyak variabel yang harus dikendalikan. Sering terjadi bahwa hasil penelitian evaluasi saling bertentangan sehingga tidak dapat diambil kesimpulan yang tepat.

Dalam proses penelitian selalu terjadi kombinasi antara fakta hasil pengamatan dan penalaran. Oleh karena itu, agar dapat memberikan arti terhadap fakta yang diperoleh melalui observasi, peneliti memerlukan penalaran. Pada proses berpikir, dikenal metode induktif dan metode deduktif. Metode induktif mempelajari suatu gejala khusus untuk mendapat kaidah yang berlaku umum. Sedangkan metode deduktif dimulai dari kaidah yang dianggap berlaku umum kemudian dipelajari dalam keadaan khusus.

B. Konsep Dasar dan Metode Penelitian Sosiologi
Konsep merupakan pengertian yang menunjuk pada sesuatu, sedangkan metode merupakan cara-cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Metodologi ilmu pengetahuan sosial diartikan sebagai pengetahuan tentang berbagai cara kerja yang disesuaikan dengan objek ilmu yang bersangkutan. Sekarang, kita mencoba mengupas masalah tawuran pelajar menurut beberapa konsep dasar dalam ilmu pengetahuan sosial.

a. Kenyataan
Berbagai peristiwa dapat kita lihat pada saat terjadinya tawuran antarpelajar. Bus kota yang
ditumpangi pelajar sekolah A dicegat dan dilempari batu oleh pelajar sekolah B. Semua itu dapat disaksikan melalui panca indra. Peristiwayang dapat dibuktikan oleh orang lain disebut kenyataan.

b. Informasi
Informasi adalah suatu keterangan, kabar, atau pemberitahuan dari orang lain. Dengan adanya informasi, manusia mengetahui kenyataan di dunia ini, sehingga manusia menyadari kenyataan tersebut memang benar-benar ada.

c. Fakta
Fakta merupakan kenyataan yang menggambarkan suatu gejala tertentu yang ditangkap oleh indra manusia dalam kerangka pemikiran tertentu, dan dapat diuji kebenarannya secara empiris. Seorang sosiolog dan seorang rohaniwan mempunyai fakta yang berbeda dari
Tawuran pelajar. Rohaniwan akan menilai tawuran sebagai tipisnya keimanan pelaku tawuran, sedangkan sosiologmenilai tawuran sebagai gagalnya sosialisasi dalam keluarga.

d. Data
Data ialah kejadian-kejadian khas yang dinyatakan sebagai fakta dalam wujud hasil pengukuran. Data dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu:
  • Data kuantitatif, yakni data yang dapat dinyatakan dengan angka-angka. Misalnya, data jumlah kasus tawuran pelajar, jumlah korban luka-luka dalam tawuran, jumlah korban meninggal.
  • Data kualitatif, yakni data yang tidak dapat dinyatakan dengan angka. Misalnya, data tingkat keakraban pelaku dengan anggota keluarganya, tingkat pemahaman siswa tentang awuran antarpelajar.
e. Masalah
Masalah sosial yang kita teliti semestinya memiliki unsur-unsur, seperti masalah itu mempunyai arti penting, manfaat, dan realistis. Oleh karena itu, menentukan masalah yang akan diteliti dalam sosiologi harus disertai pula dengan pandangan kritis dan selektif.

f. Asumsi
Asumsi ialah anggapan dasar atau dugaan awal. Pada umumnya, asumsi dikembangkan berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti sebelumnya. Asumsi tidak didasarkan pada kenyataan atau fakta yang diamatinya. Asumsi yang dikemukakan peneliti tidak selamanya benar. Asumsi penelitian dibuktikan kebenarannya berdasar fakta yang ditemui peneliti.

g. Hipotesis
Hipotesis ialah kesimpulan awal yang harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis dapat juga diartikan sebagai suatu kesimpulan yang belum final dan dianggap berpeluang besar untuk menjadi benar. Ciri-ciri hipotesis yang baik ialah:
  • Ruang lingkupnya terbatas,
  • Sesuai dengan fakta-fakta yang diketahui,
  • Dapat diuji kebenarannya,
  • Dinyatakan secara sederhana, serta
  • Menggunakan variabel-variabel yang tegas.

h. Bukti
Bukti merupakan kenyataan atau gejala sosial yang cukup untuk memperlihatkan sesuatu hal. Wujud bukti berupa data atau fakta yang relevan dengan permasalahan yang hendak dibuktikan.

i. Generalisasi
Generalisasi ialah proses memperoleh suatu kesimpulan umum. Kesimpulan umum diperoleh seseorang karena berbagai pengalaman atau hasil pengamatan yang berulang kali. Suatu generalisasi tidak selamanya benar. Tidak jarang generalisasi menjadi salah karena pengambilan kesimpulan yang tergesa-gesa.

j. Teori
Teori ialah prinsip-prinsip dasar yang terwujud dalam bentuk rumus atau aturan yang berlaku umum, dapat menjelaskan hakikat suatu gejala, hakikat hubungan suatu gejala, hakikat hubungan antara dua gejala atau lebih, relevan dengan kenyataan yang ada dan operasional, alat untuk memperjelas, dapat diverifikasi atau dibuktikan, serta berguna dalam meramalkan suatu kejadian. Teori berfungsi sebagai berikut.
  • Menyimpulkan generalisasi dan fakta-fakta hasil pengamatan.
  • Memberi kerangka orientasi untuk analisis dan klasifikasi fakta-fakta yang diperoleh.
  • Memberi ramalan terhadap gejala-gejala baru yang akan terjadi.
  • Mengisi lowongan-lowongan dalam pengetahuan tentang gejala-gejala yang telah atau sedang terjadi.

k. Proposisi
Dalam ilmu sosial hubungan yang logis antara dua konsep disebut juga proposisi. Contoh proposisi misalnya, keberhasilan prestasi belajar para siswa SMA ditentukan oleh keadaan keluarga para siswa; kegemaran siswa dalam membaca dapat meningkatkan prestasi belajarnya; model kampanye dengan mengerahkan massa atau pendukung menunjukkan belum cerdasnya masyarakat.

l. Hukum
Hukum atau postulat ialah suatu pernyataan yang tidak perlu lagi dibuktikan kebenarannya sehingga tidak perlu diuji dalam suatu penelitian. Hukum disebut juga dalil atau aksioma. Namun dalam ilmu sosial, sukar ditemukan pernyataan sampai pada tingkat postulat. Hal ini disebabkan karena asas sebab akibat dalam gejala sosial tidak semata-mata disebabkan oleh satu faktor, melainkan oleh banyak faktor. Apalagi kehidupan sosial bersifat dinamis sehingga sulit membuat suatu postulat yang bersifat mutlak.
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 5:23 PM

Kebudayaan Sebagai Realitas Sosial Budaya

Kebudayaan memegang arti penting dalam kehidupan manusia.  Istilah kebudayaan berasal dari istilah culture dalam bahasa Inggris. Kata culture berasal dari bahasa latin colore yang berarti mengolah, mengerjakan, menunjuk pada pengolahan tanah, perawatan, dan pengembangan tanaman dan ternak. Upaya untuk mengolah dan mengembangkan tanaman dan tanah inilah yang selanjutnya dipahami sebagai culture. Kebudayaan yang diciptakan manusia ini juga termasuk fakta sosial yang dikaji dengan ilmu sosiologi.

1. Pengertian Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta, buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi. Kata buddhi berarti budi dan akal. Berikut ini beberapa pengertian kebudayaan.
  1. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kebudayaan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat.
  2. E.B. Tylor seperti dikutip oleh Soerjono Soekanto (1989) mendefinisikan kebudayaan sebagai segala hal yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, kebiasaan, serta kemampuan-kemampuan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
  3. Menurut Koentjaraningrat (1985) kebudayaan adalah keseluruhan ide-ide, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
  4. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964 kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi lebih menekankan pada aspek hasil material dari kebudayaan. Sementara, Koentjaraningrat menekankan dua aspek kebudayaan yaitu abstrak (nonmaterial) dan konkret (material). Pada definisi Koentjaraningrat, tampak bahwa kebudayaan merupakan suatu proses hubungan manusia dengan alam dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah.

2. Unsur-Unsur Kebudayaan
Mempelajari unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah kebudayaan sangat penting untuk memahami kebudayaan manusia.  C. Kluckhohn seperti dikutip oleh Koentjaraningrat (1985) menyebutnya dengan istilah cultural universals. Istilah universal menunjukkan bahwa unsur-unsur kebudayaan bersifat universal dan dapat ditemukan di dalam kebudayaan semua bangsa yang tersebar di berbagai penjuru dunia.  Tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universals, yaitu:
  1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transportasi, dan sebagainya).
  2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi, dan sebagainya).
  3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan).
  4. Bahasa (lisan maupun tertulis).
  5. Kesenian.
  6. Sistem pengetahuan.
  7. Religi (sistem kepercayaan).

3. Wujud Kebudayaan.
Wujud abstrak kebudayaan terletak di dalam pikiran manusia sehingga tidak kasat mata dan tidak dapat diserap oleh panca indra kita. Sementara, wujud konkret budaya terlihat pada tindakan atau perbuatan dan aktivitas manusia di dalam masyarakat yang dapat diraba, dilihat, dan diamati. Tindakan dan aktivitas manusia itu menghasilkan barang, maka barang tersebut tergolong wujud konkret kebudayaan. Kebudayaan meliputi tiga bentuk, seperti yang digolongkan oleh Koentjaraningrat (1985), yakni:
wujud kebudayaan
  • Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan. Wujud pertama ini bisa juga dikatakan sebagai sistem budaya atau cultural system. Istilah lain adalah adat atau istiadat
  • Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas dan tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud kedua ini biasa disebut sebagai sistem sosial atau social system. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lain dari waktu ke waktu menurut pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.
  • Wujud kebudayaan sebagai hasil karya manusia. Sifatnya paling kongkrit karena berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba atau dilihat

4. Etos/Jiwa Kebudayaan
Etos/jiwa kebudayaan ialah watak khas suatu kebudayaan yang dapat diamati dari bentuk perilaku warga masyarakatnya. Etos sering tampak pada gaya, perilaku, kegemaran-kegemaran, dan berbagai budaya hasil karya masyarakatnya. Contoh: masyarakat Jawa memiliki etos kebudayaan yang khas seperti terlihat dalam watak serta perilaku orang Jawa yang selalu memancarkan keselarasan, ketenangan, jlimet, sopan santun, dan alon-alon asal kelakon (biar lambat tetapi selamat). Demikian juga pada etos budaya daerah lain yang tentunya tidak sama dan beragam.
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 5:04 PM

Pengertian dan Bentuk Bentuk Realitas Sosial

Realitas sosial ialah kenyataan yang dapat kita lihat dalam kehidupan manusia yang terwujud sebagai hasil hubungan yang terjalin di antara sesama manusia. Terjalinnya hubungan antara satu individu dengan individu yang lain kemudian melahirkan berbagai bentuk kesatuan manusia. Ada keluarga, ada tetangga, ada masyarakat, dan seterusnya.

1. Keluarga
Keluarga berasal dari kata ”kawula” yang artinya pengabdi dan ”warga” yang artinya anggota sehingga keluarga adalah sekumpulan orang (warga) yang terikat satu sama lain dan membentuk satu kesatuan berdasarkan atas pengabdian dan kasih sayang.

Keluarga termasuk gejala sosial yang bersifat universal. Artinya, dalam masyarakat apa pun akan dijumpai adanya kesatuan sosial yang disebut keluarga. Menurut Robert M.Z. Lawang (1985) ada empat karakteristik keluarga, yaitu:
  1. Keluarga terdiri atas orang-orang yang bersatu karena ikatanikatan perkawinan, darah, atau adopsi.
  2. Para anggota keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga.
  3. Merupakan satu kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi.
  4. Keluarga itu mempertahankan suatu kebudayaan bersama dan sekaligus menciptakan kebudayaan.
Sementara menurut Paul B. Horton dan Chester L Hunt (1996) fungsi keluarga adalah sebagai berikut.
  1. Fungsi pengaturan s#ksual artinya keluarga mengatur upaya menyalurkan dorongan s#ksual antara
  2. suami dan istri.
  3. Fungsi reproduksi artinya keluarga memungkinkan terpenuhinya keinginan suami istri untuk mendapatkan anak.
  4. Fungsi sosialisasi artinya keluarga melakukan sosialisasi nilai dan norma sosial pada anak.
  5. Fungsi afeksi artinya keluarga memenuhi kebutuhan kasih sayang di antara anggotanya.
  6. Fungsi penentuan status artinya keluarga menentukan status anak-anak yang lahir di dalamnya.
  7. Fungsi perlindungan artinya keluarga memberi perlindungan fisik, ekonomis, dan psikologis bagi anggotanya.
  8. Fungsi ekonomis artinya keluarga menghasilkan sesuatu untuk kepentingan anggota.

2. Masyarakat
Masyarakat berasal dari kata ”musyarokah” yang berarti bersama-sama atau sebelah-menyebelah. sehingga masyarakat berarti kumpulan manusia yang relatif permanen, berinteraksi secara tetap, dan menjunjung suatu kebudayaan tertentu. Namun dalam kajian sosiologi, istilah masyarakat mendapat penafsiran yang beragam di antara para ahli.
  1. Ralph Linton seperti dikutip oleh Soerjono Soekanto (1989), mengartikan masyarakat sebagai semua kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya sebagai suatu kesatuan dengan batas-batas tertentu.
  2. Menurut Koentjaraningrat (1985), masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat oleh rasa identitas bersama.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat memiliki unsur-unsur sebagai berikut.
  1. Harus ada kelompok (kesatuan atau kolektivitas manusia) yang relatif tetap.
  2. Telah berjalan dalam waktu yang cukup lama dan bertempat tinggal dalam daerah tertentu.
  3. Adanya aturan (undang-undang yang mengatur mereka bersama).

3. Komunitas
Komunitas adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial tertentu. Ciri utama kesatuan sosial yang disebut komunitas mempunyai ikatan solidaritas yang kuat antaranggotanya akibat kesatuan tempat tinggal.
Komunitas
Selain faktor kesatuan tempat tinggal dan rasa solidaritas yang tinggi, komunitas juga dibangun oleh faktor perasaan saling memerlukansatu sama lain serta keyakinan bahwa tanah yang mereka tinggali memberikan kehidupan kepada mereka seluruhnya. R.M. Mac lver dan Charles H. Page seperti dikutip Soerjono Soekanto (1989) menamakan perasaan yang demikian sebagai community sentiment (sentimen komunitas). Unsur-unsur sentimen komunitas meliputi:
  1. Unsur seperasaan mengakibatkan seseorang berusaha mengidentifikasi dirinya dengan orang-orang dalam kelompok tersebut, sehingga semua anggota kelompok menyebut dirinya sebagai bagian dari komunitas. Perasaan sekelompok mendorong terwujudnya solidaritas di antara anggota kelompok.
  2. Unsur Sepenanggungan memungkinkan setiap anggota kelompok untuk menjalankan peranannya. Kondisi ini memungkinkan anggota kelompok memiliki kedudukan yang pasti dalam komunitasnya.
  3. Unsur Saling Memerlukan. Setiap anggota suatu komunitas merasakan adanya ketergantungan terhadap komunitasnya, baik secara material maupun spiritual. Sehingga antaranggota kelompok terjadi hubungan saling memerlukan.

4. Perkumpulan/Asosiasi
Perkumpulan adalah unit sosial yang dilandasi oleh adanya kesamaan kepentingan. Kepentingan itu bisa berwujud hobi, ideologi, minat, dan sebagainya. Perkumpulan atau asosiasi lebih populer disebut dengan istilah ”organisasi”.

Koentjaraningrat (1985) memberikan istilah perkumpulan untuk association, dengan dasar organisasinya adalah organisasi buatan. Sedangkan kelompok dipakai untuk menerjemahkan istilah group (bahasa Inggris) dengan dasar organisasinya adalah adat atau tradisi.

Sistem kepemimpinan dalam perkumpulan umumnya berasaskan wewenang dan hukum. Hubungan di antara anggotanya bersifat impersonal. Sedangkan pada kelompok, sistem kepemimpinan yang berlaku lebih didasarkan karena kewibawaan dan kharisma. Hubungan antara pimpinan dengan warga kelompok lebih berdasarkan asas perorangan.

5. Ketetanggaan
Tetangga merupakan unit sosial yang terdiri atas beberapa orang yang bertempat tinggal saling berdekatan. Pada masyarakat pedesaan, tolong menolong antartetangga mewarnai hampir seluruh segi kehidupan masyarakat. Hal ini berbeda dengan masyarakat kota yang individualistis.

6. Suku Bangsa
Suku bangsa adalah gabungan sosial yang dibedakan dari golongan-golongan sosial lainnya karena mempunyai ciri-ciri yang paling mendasar dan umum, berkaitan dengan asal-usul, tempat asal, serta kebudayaan. Beberapa suku bangsa di Indonesia antara lain suku bangsa Minang, suku bangsa Batak, suku bangsa Aceh, suku bangsa Dayak, dan suku bangsa Bali

Definisi lain yang menyatakan bahwa suku bangsa (ethnic group) adalah kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari kesatuan sosial lain berdasarkan kesadaran akan identitas dan perbedaan kebudayaan, terutama bahasa.

7. Kekerabatan
Kekerabatan ialah kesatuan yang anggota-anggotanya mempunyai hubungan keturunan atau hubungan darah. Ketentuan mengenai siapa saja yang dapat digolongkan sebagai kerabat dan bukan kerabat didasarkan pada sistem kekerabatan masyarakat yang bersangkutan.
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 7:08 PM

Pengertian dan Karakteristik Sosiologi

Kata sosiologi berasal dari bahasa Latin, yaitu ”socius” dan ”logos”. Socius artinya teman, dan logos artinya berbicara, mengajar, atau ilmu. Jadi, secara etimologis sosiologi berarti ilmu tentang teman. Sosiologi sebagai ilmu lahir pada abad XIX. Pelopornya seorang ahli filsafat Prancis bernama Auguste Comte (1798–1857). Dalam karyanya yang berjudul Course of Positive Phylosophy (1844), Auguste Comte menyebut kajian tentang kehidupan sosial manusia dengan kata sosiologi. Bangsa Barat memberinya gelar Bapak Sosiologi Modern.

Konsep dasar sosiologi terdapat dua pengertian dasar, yaitu sosiologi sebagai ilmu pengetahuan dan sebagai metode. Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan berarti sosiologi merupakan kumpulan pengetahuan mengenai kajian masyarakat dan kebudayaan yang di susun secara sistematis dan logis. Sosiologi sebagai metode berarti sosiologi merupakan cara-cara berpikir untuk mengungkapkan realitas sosial dalam masyarakat dengan prosedur dan dan teori yang dapat dipertanggjawabkan secara ilmiah.
Sosiologi
A. Pengertian Sosiologi
Karena manusia yang menjadi objek kajian sosiologi itu bersifat dinamis, maka para pemikir dapat meninjaunya dari berbagai sudut pandang. Lahirlah berbagai definisi tentang sosiologi.
  1. Peter L. Berger seperti dikutip oleh Paul B. Horton dan Chester L. Hunt (1999). Dia mengatakan bahwa sosiologi itu ilmu yang mempelajari hubungan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.
  2. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964). Beliau berdua membatasi pengertian sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari struktur sosial, proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.

Sedangkan Pitirim A. Sorokin seperti dikutip oleh Soerjono Soekanto (1989) menjelaskan bahwa sosiologi adalah:
  1. Hubungan maupun pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala nonsosial. Contoh: pengaruh iklim terhadap watak manusia, dan lain-lain.
  2. Ciri-ciri umum dari semua jenis gejala atau fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat.
  3. Hubungan maupun pengaruh timbal balik antara berbagai gejala sosial. Contoh: gejala ekonomi dengan agama, hukum dengan ekonomi, dan lain-lain.

B. Karakteristik Sosiologi
Menurut Harry M. Johnson seperti dikutip oleh Soerjono Soekanto (1989), karakteristik keilmuan sosiologi itu sebagai berikut.
  1. Sosiologi bersifat empiris, artinya sosiologi itu mendasarkan diri pada observasi dan penalaran, bukan atas dasar wahyu atau hasil spekulasi.
  2. Sosiologi bersifat teoretis, artinya sosiologi berusaha memberi ikhtisar (summary) yang menunjukkan hubungan pernyataan atau proposisi-proposisi secara logis.
  3. Sosiologi bersifat kumulatif, artinya teori-teori sosiologi dibangun atas dasar teori yang sudah ada. Teori-teori baru yang lebih benar dan lebih luas, pada dasarnya merupakan penyempurnaan teoriteori yang sudah ada.
  4. Sosiologi nonetis, artinya sosiologi bukan ajaran tentang tata susila. Para sosiolog tidak membicarakan apakah suatu tingkah laku sosial itu baik atau buruk. Tugas seorang sosiolog adalah mengungkap atau menerangkan tindakan sosial sebagai fakta sosial.

3. Cabang-Cabang Sosiologi
Sosiologi dipandang sangat penting dan efektif dalam mencari, menemukan, dan menjelaskan gejala-gejala sosial yang ada dalam masyarakat. Muncullah cabang-cabang sosiologi yang lahir dari proses saling mengisi antara sosiologi dengan ilmu-ilmu lain. Beberapa cabang sosiologi antara lain sebagai berikut.
  1. Sosiologi politik.& Istilah sosiologi politik berasal dari dua kata, yaitu sosiologi dan politik. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari masyarakat, kelompok-kelompok sosial, dan tingkah laku individu baik individual maupun kolektif dalam konteks sosial. Politik atau ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kekuasaan sebagai konsep inti.
  2. Sosiologi hukum. Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis. Sociology af the law – Menjadikan hukum sebagai alat pusat penelitian secara sosiologis yakni sama halnya bagaimana sosiologi meneliti suatu kelompok kecil lainnya.
  3. Sosiologi pendidikan. Sosiologi pendidikan adalah studi mengenai bagaimana institusi publik dan pengalaman individu memengaruhi pendidikan dan hasilnya. Studi ini lebih mempelajari sistem sekolah umum di masyarakat industri modern, termasuk perluasan pendidikan tinggi, lanjut, dewasa, dan berkelanjutan.
  4. Sosiologi agama. Sosiologi agama adalah ilmu yang membahas tentang hubungan antara berbagai kesatuan masyarakat, perbedaan atau masyarakat secara utuh dengan berbagai system agama, tingkat dan jenis spesialisasi berbagai peranan agama dalam berbagai masyarakat dan system keagamaan yang berbeda.
  5. Sosiologi keluarga. Sosiologi keluarga adalah ilmu yang mengkaji tentang realitas sosiologis dari interaksi, pola, bentuk dan perubahan dalam lembaga keluarga, juga pengaruh perubahan/pergeseran masyarakat terhadap keluarga dan berpengaruh sistem dalam keluarga terhadap masyarakat secara umum.
  6. Sosiologi kesenian. Sosiologi kesenian adalah cabang sosiologi yang membahas hubungan gejala – gejala kemasyarakatan dengan seni.
  7. Sosiologi ekonomi. Sosiologi ekonomi adalah cabang sosiologi yang membahas hubungan gejala-gejala kemasyarakatan dengan ekonomi.

Dalam perkembangan mutakhir muncul cabang-cabang baru sosiologi, yaitu sosiologi budaya, sosiologi industri, sosiologi masyarakat perkotaan, sosiologi masyarakat pedesaan, sosiologi pariwisata, dan sosiologi pembangunan. Mengingat sosiologi dapat saling mengisi dengan ilmu-ilmu lain, maka dimungkinkan munculnya cabang-cabang baru sosiologi.
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 3:35 PM

Pengertian dan Sifat Ilmu Pengetahuan

Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang sadar. Kesadaran manusia tercermin dari kemampuannya untuk berpikir, berkehendak, dan merasa. Dengan pikirannya, manusia mendapatkan ilmu pengetahuan.Ilmu pengetahuan bagaikan pelita yang menerangi kegelapan. Tanpa ilmu pengetahuan, manusia tidak mampu memahami gejala alam dan sosial yang terjadi. Tanpa ilmu pengetahuan, manusia akan sulit memperkirakan gejala-gejala itu sehingga tidak siap mengantisipasi dampaknya.

1. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki manusia ternyata beragam dan cenderung berbeda-beda. Pengetahuan awam atau pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan yang digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari tanpa dituntut untuk mengetahui seluk beluknya secara mendalam.

Selain pengetahuan awam, manusia juga memiliki pengetahuan tentang suatu objek secara luas dan mendalam. Inilah yang disebut pengetahuan ilmiah. Untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah, objek
perlu diselidiki dengan langkah-langkah sistematis yang dikenal sebagai metode ilmiah.

Kebenaran pengetahuan yang dirumuskan seseorang akan diuji oleh orang lain melalui pengamatan terhadap objek yang sama. Hasil pengamatan itu lalu dibandingkan dengan pengetahuan yang sudah ada, kemudian ditarik kesimpulan. Melalui prosedur ini, kebenaran suatu pengetahuan akan teruji.

Berawal dari rasa ingin tahu, manusia melakukan upaya untuk mengetahuinya. Hasil upaya itu disampaikan kepada masyarakat, kemudian dibuktikan kebenarannya oleh orang lain. Penyempurnaan itu melahirkan kebenaran universal.

Ilmu menurut Soerjono Soekanto (1989) dapat dimaknai sebagai kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis, yang diperoleh dari aktivitas berpikir manusia melalui metode tertentu yang kebenarannya dapat diuji secara kritis oleh orang lain. Metode tertentu dalam menemukan pengetahuan ilmiah disebut metode ilmiah.

2. Sifat Ilmu Pengetahuan
Selama manusia memiliki rasa ingin tahu, pengetahuan manusia akan terus berkembang. Akan tetapi, tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu. Ada beberapa kriteria yang mesti dipenuhi supaya pengetahuan tersebut layak dikategorikan sebagai ilmu pengetahuan. Selain memiliki unsur-unsur ilmu pengetahuan, harus juga memiliki sifat-sifat yang wajib diketahui, diantaranya:
  1. Rasional. Ilmu pengetahuan didasarkan atas kegiatan berpikir secara logis dengan menggunakan rasio (nalar) dan hasilnya dapat diterima oleh nalar manusia.
  2. Objektif. Kebenaran yang dihasilkan ilmu itu merupakan kebenaran tentang pengetahuan yang jujur, apa adanya sesuai dengan kenyataan objeknya. Objek dan metode ilmu tersebut dapat dipelajari dan diikuti secara umum. Kebenaran itu dapat diselidiki dan dibenarkan oleh ahli lain dalam bidang ilmu tersebut.
  3. Empiris. Kesimpulan yang diambil harus dapat dibuktikan melalui pemeriksaan dan pembuktian panca indra, serta dapat diuji kebenarannya dengan fakta. Hal ini yang membedakan antara ilmu pengetahuan dengan agama.
  4. Akumulatif. Ilmu dibentuk dengan dasar teori lama, yang disempurnakan, ditambah, dan diperbaiki sehingga semakin sempurna. Ilmu yang dikenal sekarang merupakan kelanjutan dari ilmu yang dikembangkan sebelumnya.

3. Kelompok Ilmu Pengetahuan
Mata pelajaran merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan. Beragam ilmu pengetahuan yang dikenal
saat ini dapat dikelompokkan menjadi tiga besar. Pengelompokan ini didasarkan atas objek atau bidang kajian setiap ilmu. Ketiga kelompok ilmu tersebut ialah ilmu pengetahuan alam (natural sciences), ilmu pengetahuan sosial (social sciences), dan ilmu pengetahuan budaya/ humaniora (humanitics study). Pengertian ketiga kelompok ilmu tersebut dipaparkan sebagai berikut.
Ilmu Pengetahuan
  1. Ilmu Pengetahuan Alam (Natural Sciences) adalah Ilmu yang mengkaji gejala-gejala alam, baik yang hayati maupun nonhayati. Ilmu pengetahuan alam antara lain matematika, biologi, kimia, dan fisika.
  2. Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Sciences) adalah Ilmu yang mengkaji kehidupan bersama manusia dengan sesamanya. Ilmu pengetahuan sosial antara lain antropologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu hukum, dan ilmu ekonomi.
  3. Ilmu Pengetahuan Budaya (Humanitics Study) adalah Ilmu yang mempelajari manifestasi atau perwujudan spiritual dari kehidupan bersama manusia. Ilmu pengetahuan budaya antara lain kesusastraan, bahasa, agama, filsafat, dan kesenian.

Jika dilihat dari penerapannya, ilmu pengetahuan dikelompokkan menjadi ilmu-ilmu murni (pure sciences) dan ilmu-ilmu terapan (applied sciences).
  1. Ilmu-ilmu murni merujuk pada ilmu yang dipelajari dan dikembangkan untuk memajukan atau memperkaya khazanah ilmu itu dengan cara memahami lebih dalam dan sistematis terhadap objek yang menjadi sasaran kajian ilmu tersebut. Misalnya, ada sosiolog yang ingin menguji keaktualan teori aksi yang pernah disampaikan oleh Max Weber.
  2. Ilmu terapan ialah ilmu yang digunakan untuk memecahkan masalahmasalah praktis, sehingga dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat. Misalnya, masalah yang dihadapi pemerintah kota akibat urbanisasi. Setiap saat jumlah penduduk kota terus bertambah.
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 3:09 PM