Kesenian Lengger Banyumas lahir, tumbuh dan berkembang di wilayah Banyumas. Kesenian tradisional ini menjadi ungkapan rasa syukur setelah kegiatan panen kepada Sang Pencipta. Pertunjukan kesenian Lengger biasanya ditampilkan pada berbagai acara adat dan juga acara nasional.
Lengger merupakan istilah yang terdiri dari gabungan kata yang mempunyai arti atau disebut juga jarwo dhosok. Lengger adalah istilah yang memiliki arti "diarane leng jebule jengger" ("dikira wanita ternyata laki-laki"). Meskipun gerakan tarian Lengger sederhana, namun pertunjukannya sangat menghibur dan menggugah minat masyarakat Banyumas untuk datang menyaksikannya.
Kesenian Lengger Banyumas merupakan simbol kesuburan yang mengisnpirasi lahirnya tarian ini. Lengger sebagai bagian dari mitos kesuburan masyarakat agraris. Selain itu Lengger juga dianggap sebagai bentuk permohonan doa kepada Sang Pencipta untuk mewujudkan ungkapan syukur atas hasil panen.
Pada masa lalu, para penari Lengger disebut sebagai “lengger lanang” karena terdiri dari laki-laki yang meniru gerakan perempuan. Namun kini, penari Lengger didominasi oleh perempuan, meski beberapa kelompok masih mempertahankan format tradisionalnya dengan penari laki-laki.
Pertunjukkan Lengger melibatkan penari perempuan dan laki-laki. Penari perempuan mengenakan pakaian tradisional seperti kemben dan stagen di pinggang, serta selembar selendang di bahu. Rambut penari perempuan dihias menggunakan konde dengan gaya yang khas.
Selain penari perempuan ada juga penari laki-laki yang disebut dengan badut. Badut mengenakan baju panjang atau rompi, kain jarit sepanjang paha, ikat kepala, celana setinggi lutut, topeng dan memegang kudhi (senjata tradisional khas Banyumas) yang mewakili peran yang dimainkan.
Tari ini memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri yang berbeda dengan tarian daerah lain di Pulau Jawa. Dengan kostum yang penuh warna, riasan wajah yang khas, dan diiringi musik gamelan yang menghentak, Lengger menjadi salah satu kekayaan seni yang memperlihatkan keindahan serta kearifan lokal Banyumas.
Dalam pertunjukannya kesenian Lénggér terbagi menjadi empat babak-babak Gambyongan, babak Lénggéran, babak Badhutan atau Bodhoran, dan yang terakhir adalah babak Baladewaan :
- Gambyongan: Babak pembuka yang biasanya menampilkan tarian bersama dengan iringan gamelan, di mana para penari naik ke panggung untuk memberi salam kepada penonton.
- Lenggeran: Babak tarian inti di mana penari mulai menari mengikuti irama musik calung Banyumasan. Dalam babak ini, sering kali terjadi adegan banceran yang mengundang penonton pria untuk ikut menari dengan memberikan uang saweran.
- Badhutan/Bodhoran: Babak yang menampilkan aksi komedi yang menghibur. Pelaku badut di babak ini bertugas menciptakan suasana lucu melalui candaan, tarian, dan nyanyian.
- Baladewaan: Babak terakhir yang biasanya lebih dramatis, sering kali menampilkan aksi-aksi yang lebih berat. Dalam beberapa versi, babak ini dikenal juga dengan sebutan Ebeg-ebegan (Jathilan) di mana penari dapat mengalami ndadi (trance) dan melakukan atraksi di luar kemampuan normal, seperti makan bunga atau kaca.
Pertunjukkan lengger diringi oleh musik tradisional Banyumasan yang dimainkan grup musik pengiring. Alat musik yang digunakan adalah Calung Banyumasan yang terbuat dari bambu wulung. Alat musik calung ini terdiri dari gambang barung, gambang penerus, dendhem, gong, dan kendhang. Setiap tabuhan gamelan memiliki makna, menjadi media komunikasi yang mempererat hubungan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.
Pada awalnya, masyarakat menyelenggarakan pentas Lengger sebagai bagian dari kegiatan tanam padi. Seiring waktu Lengger Banyumasan juga dipentaskan dalam berbagai acara seperti sunatan (khitan), pernikahan, dan upacara adat lainnya. Tarian ini diyakini mampu membawa berkah dan menjaga keharmonisan lingkungan.
Meski saat ini fungsinya lebih banyak sebagai hiburan, tarian Lengger tetap memiliki makna spiritual dan kultural yang mendalam, serta menjadi media pelestarian budaya. Meskipun gerakan tariannya sederhana, lengger menjadi ikon di Kabupaten Banyumas dan tetap dilestrikan di berbagai komunitas dan sanggar kesenian di daerah tersebut.









0 komentar:
Post a Comment
Mohon tidak memasukan link aktif.