Home » » Bentuk Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Bentuk Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Layanan Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus secara umum terbagi ke dalam tiga bentuk yaitu segregasi, integrase dan inklusi. Ketiga bentuk ini memiliki perbedaan diantaranya mengenai sistem kurikulum yang diterapkan.

A. Bentuk Layanan Segregasi
Bentuk layanan Segregasi yaitu bentuk layanan pendidikan bagi Anak Bekebutuhan Khusus yang mengacu pada jenis atau karakteristik spesifik dari ketunaan yang dialami seseorang. Oleh karenanya setiap ketunaan yang berbeda akan mendapatkan layanan berbeda. Bentuk layanan pendidikan segregasi memiliki sistem lingkungan dan kurikulum yang berbeda dari sekolah umum (tersendiri). Bentuk layanan pendidikan bagi ABK secara segregatif tentu masih sangat dibutuhkan bagi ABK.

Sistem layanan segregasi yaitu penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan umum. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus diberikan layanan pendidikan pada lembaga pendidikan khusus seperti di Sekolah Luar Biasa (SLB).

SLB merupakan bentuk unit pendidikan dengan penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah.
Anak Berkebutuhan Khusus
1. Sekolah Khusus.
Penyelenggaraan sekolah khusus ini pada awalnya diselenggarakan sesuai dengan satu kelainan saja, sehingga dikenal dengan SLB untuk tunanetra (SLB-A), SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E).

Di setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi. Terdapat satu jenis anak berkebutuhan khusus yakni Autis/Autism Spectrum Disorder (ASD) yang menjadi perhatian dalam sistem sendidikan khusus sehingga sekrang ada SLB Autis.

Regulasi yang memayungi sekolah khusus ini adalah UU RI Nomor 2 Tahun 1989 dan PPNo.72 Tahun 1991, dalam pasal 4 PP No.72 Tahun 1991 satuan pendidikan luar biasa terdiri dari:
a. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan lama pendidikan minimal 6 tahun.
b. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) minimal 3 tahun.
c. Sekolah Menengah Luar Biasa (SMALB) minimal 3 tahun.

Di samping satuan pendidikan di atas, pasal 6 PP No.72 Tahun 1991, juga dimungkinkan penyelenggaraaan Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB) dengan lama pendidikan satu sampai tiga tahun.

2. Sekolah Luar Biasa Berasrama
Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal di asrama. Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama.

Bentuk satuan pendidikannya pun juga sama dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada SLB-A untuk tuna netra, SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E), serta SLB AB untuk anak tunanetra dan tunarungu.

Pada SLB berasrama terdapat kesinambungan program pembelajaran yang ada di sekolah dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah yang sesuai bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar jemput.

3. Sekolah Luar Biasa dengan Kelas Jauh
Kelas jauh adalah lembaga yang disediakan untuk memberi layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB. Penyelenggaraan kelas jauh merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar.

Anak berkebutuhan khusus tersebar di seluruh pelosok tanah air, sedangkan sekolah-sekolah yang khusus mendidik mereka masih sangat terbatas di kota/kabupaten. Oleh karena itu, dengan adanya kelas jauh/kelas kunjung menjadi tanggung jawab SLB terdekatnya. Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut berasal dari guru SLB- SLB di dekatnya. Dengan kata lain, kelas jauh tersebut sebagai afiliansi dari SLB terdekat sebagai sekolah induk.

4. Sekolah Luar Biasa dengan Guru Kunjung
Berbeda halnya dengan kelas jauh, kelas kunjung adalah suatu layanan terhadap ABK yang tidak siap mengikuti proses pembelajaran di SLB terdekat. Jadi, guru berfungsi sebagai guru kunjung (itenerant teacher) yang datang ke rumah-rumah ABK untuk melayani mereka belajar. Kegiatan admistrasinya dilaksanakan di SLB terdekat tersebut. Kelebihan dari sistem layanan segregasi ini adalah.
  • Anak merasa senasib, sehingga dapat menghilangkan rasa minder, rasa rendah diri, dan membangkitkan semangat menyongsong kehidupan di hari-hari mendatang,
  • Anak lebih mudah beradaptasi dengan temannya yang sama-sama mengalami hambatan,
  • Anak termotivasi dan bersaing secara sehat dengan sesama temannya yang senasib di sekolahnya, dan anak lebih mudah bersosialisasi tanpa dibayangi rasa takut bergaul, minder, dan rasa kurang percaya diri.

Adapun Kelemahan adalah (1) anak terpisah dari lingkungan anak lainnya sehingga anak sulit bergaul dan menjalin komunikasi dengan anak-anak pada umumnya, (2) anak merasa terpasung dan dibatasi pergaulanya dengan anak-anak kebutuhan khusus saja sehingga pada giliranya dapat menghambat perkembangan sosialisasinya di masyarakat, dan (3) anak merasakan ketidakadilan dalam kehidupan di sekolah yang terbatas bagi mereka yang tergolong berkebutuhan khusus.

B. Bentuk Layanan Integrasi/Terpadu
Bentuk layanan pendidikan integrasi (mainstreaming) seringkali disebut dengan istilah sekolah terpadu. Bentuk layanan pendidikan ini merupakan integrasi sosial, instruksional dan temporal anak berkebutuhan khusus dengan teman-teman lainnya yang “normal”, yang didasarkan pada kebutuhan pendidikan yang diukur secara individual.

Pada pelaksanaanya memerlukan klasifikasi tanggung jawab koordinasi dalam penyusanan program oleh tim dari berbagai profesi dan disiplin (Kauffman, Gottlieb, Agard dan Kukic, 1975). Anak-anak berkebutuhan khusus dapat belajar di kelas umum dengan syarat harus mampu mengikuti kegiatan di kelas tersebut dan kurikulum yang digunakan sama dengan anak lainnya.

Pada sistem keterpaduan secara penuh dan sebagian, jumlah anak berkebutuhan khusus dalam satu kelas dalam jumlah tertentu dari jumlah siswa keseluruhan. Hal ini untuk menjaga beban guru kelas tidak terlalu berat, dibanding jika guru harus melayani berbagai macam jenis anak berkebutuhan khusus.

Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh anak berkenutuhan khusus, di sekolah terpadu disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK dapat berfungsi sebagai konsultan bagi guru kelas, kepala sekolah atau anak berkebutuhan khusus itu sendiri. Selain itu GPK juga berfungsi sebagai pembimbing di ruang bimbingan khusus atau guru kelas pada kelas khusus.

Ada 3 bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus menurut Depdiknas (1986), ketiga bentuk tersebut yaitu: a. Kelas Biasa b. Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus c. Bentuk Kelas Khusus.

1. Kelas Biasa
Di kelas biasa ini, ABK bersama-sama dengan siswa pada umumnya terlibat dalam proses belajar mengajar dan secara penuh menggunakan kurikulum dimana sekolah tersebut berlaku. Dalam keterpaduan ini, guru pembimbing khusus hanya berfungsi sebagai konsultan bagi kepala sekolah, guru kelas/guru bidang studi, atau orang tua anak berkebutuhan khusus.

Sebagai konsultan, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai penasehat kurikulum, maupun permasalahan dalam mengajar anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu perlu disediakan ruang konsultasi untuk guru pembimbing khusus.

Pendekatan, metode, cara penilaian yang digunakan pada kelas biasa ini tidak berbeda dengan yang digunakan dalam seolah umum. Kalaupun terdapat penyesuaian untuk beberapa kasus ringan saja atau sangat memungkinkan dilakukan oleh guru. Misalnya, untuk anak tunanetra untuk pelajaran menggambar, matematika, menulis, membaca, perlu disesuaikan dengan kondisi anak.

Untuk anak tunarungu mata pelajaran kesenian, bahasa asing/bahasa Indonesia (lisan) perlu disesuaikan dengan kemampuan wicara anak. Bentuk keterpaduan ini sering juga disebut dengan keterpaduan penuh.

2. Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus
Pada kelas ini, ABK belajar di kelas biasa dengan menggunakan kurikulum dimana sekolah tersebut berlaku serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak reguler.

Pelayanan khusus tersebut diberikan di ruang bimbingan khusus oleh guru pembimbing khusus (GPK) dengan menggunakan pendekatan individual dan metode peragaan yang sesuai. Untuk keperluan teersebut di ruang bimbingan khusus dilengkai dengan peralatan khusus untuk memberikan latihan dan bimbingan khusus. Misalnya untuk anak tunanetra, di ruang bimbingan khusus disediakan alat tulis braille, peralatan orientasi mobilitas. Keterpaduan pada tingkat ini sering disebut juga keterpaduan sebagian.

2. Kelas Khusus
ABK mengikuti pendidikan sama dengan kurikulum di SLB secara penuh di kelas khusus pada sekolah umum yang melaksanakan program pendidikan tepadu. Keterpaduan ini disebut juga dengan keterpaduan lokal/bangunan atau keterpaduan yang bersifat sosialisasi.

Pada tingkat keterpaduan ini, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai pelaksana program di kelas khusus. Pendekatan, metode, dan cara penilaian yang digunakan adalah pendekatan, metode, dan cara penilaian yang digunakan di SLB. Keterpaduan pada tingkat ini hanya bersifat fisik dan sosial, yang artinya anak berkebutuhan khusus yang dipadukan untuk kegiatan yang bersifat non akademik, seperti olah raga, ketrampilan, juga sosialisasi pada waktu jam-jam istirahat atau acara lain yang diadakan oleh sekolah.

Pada kelas khusus, biasanya terdapat beberapa siswa yang memiliki derajat kekhususan yang relatif sama. Untuk menanganinya digunakan pembelajaran individual (individualized instruction) karena masing-masing anak memiliki kekhususan. Tujuan pembentukan kelas khusus adalah untuk membantu anak-anak agar tidak terjadi tinggal kelas/drop out atau untuk menemukan gejala keluarbiasaan secara dini pada anak-anak SD. Dalam praktiknya kelas khusus bersifat fleksibel.

Kelebihan kelas khusus adalah sebagai berikut:
  • Siswa berkebutuhan khusus dapat bermain bersama-sama dengan siswa pada umumnya. Ini berarti ada proses sosialisasi sedini mungkin, saling mengenal antara siswa berkebutuhan khusus dengan anak-anak pada umumnya, begitu pula sebaliknya. Ini akan berdampak baik pada pertumbuhan sikap siswa-siswa tersebut, yang akan bermanfaat pula kelak jika mereka telah dewasa.
  • Siswa berkebutuhan khusus mendapatkan suasana yang lebih positif, karena di sekolah umum ada lebih banyak siswa dibanding SLB.
  • Siswa berkebutuhan khusus dapat membangun rasa percaya diri yang lebih baik.
  • Siswa berkebutuhan khusus dapat bersekolah di mana saja, bahkan sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya; jadi tidak perlu terpisah dari keluarga mereka.
  • Dari sisi kurikulum, dengan menempuh pendidikan di sekolah umum, anak berkebutuhan khusus akan mendapatkan materi pelajaran yang sama dengan siswa pada umumnya.
  • Potensi anak dapat lebih cepat berkembang karena pembelajarannya menggunakan pendekatan individual atau kelompok kecil

Di samping kelebihan terdapat juga kelemahannya, antara lain adalah sebagai berikut:
  • Anak berkebutuhan khusus kadang-kadang masih mendapatkan stigma negatif dari sebagian temannya sehingga dapat mengganggu perkembangan psikologisnya yang berdampak pada perkembangan belajarnya.
  • Anak berkebutuhan khusus dalam bersosialisasi kadang-kadang masih enggan untuk bergaul dengan mereka yang bukan kategori anak berkebutuhan khusus.
  • Sebahagian orangtua kadang-kadang tidak terima bila anaknya dicap sebagai anak berkebutuhan khusus apalagi kalau dikelompokkan dengan sesama anak berkebutuhan khusus dalam kelas khusus.
  • Siswa anak berkebutuhan khusus harus menyesuaikan diri dengan metode pengajaran dan kurikulum yang ada.

C. Bentuk layanan pendidikan inklusif
Bentuk layanan pendidikan inklusif adalah pendidikan yang menghargai semua peserta didik termasuk anak berkebutuhan khusus. Semua peserta didik berada dalam lingkungan yang sama dan belajar dalam kelas yang sama sepanjang waktu.

Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum sekolah tersebut dengan dilakukan modifikasi dan adaptasi sesuai kebutuhan bagi semua peserta didik. Bentuk layanan pendidikan inklusif yakni layanan pendidikan yang di dalam sekolah/kelas umum terdapat peserta didik yang beragam, termasuk di dalamnya adalah anak-anak yang tumbuh dan berkembang secara berbeda dibanding dengan anak-anak pada umumnya. (ingat materi tentang keberagaman).

Bentuk layanan ini prinsipnya adalah mereka hadir bersama-sama, saling menghargai dan menerima perbedaan, semua bisa berpartisipasi dalam kegiatan belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing dan diyakini semua anak dalam kelas bisa mencapai prestasi sesuai kondisinya masing-masing.

Bentuk layanan yang inklusif di sekolah umum
Bentuk layanan yang inklusif di sekolah umum menggunakan kurikulum yang ada di sekolah tersebut, tetapi guru memungkinkan melakukan perubahan terkait dengan kondisi kelas yang beragam. Guru sangat memungkinkan memodifikasi dan mengadaptasi kurikulum ketika terdapat anak yang kesulitan berpartisipasi dalam kegiatan belajar. Seringkali disebut dengan kurikulum akomodatif atau juga kurikulum yang fleksibel.

Pada proses belajar dalam kelas dengan peserta didik yang beragam (inklusif) guru kelas atau guru mata pelajaran bertanggungjawab penuh terhadap pelaksanaan kegiatan belajar. Tidak menutup kemungkinan guru membutuhkan pertolongan GPK untuk merancang kegiatan belajar sehingga semua anak bisa belajar dalam kelas yang sama.
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 10:55 PM

0 komentar:

Post a Comment

Mohon tidak memasukan link aktif.