Home » , , , » Menemukan Pandangan Pengarang dalam Novel

Menemukan Pandangan Pengarang dalam Novel

Ronggeng Dukuh Paruk merupakan novel yang sering dicap sebagai novel berwarna lokal (daerah). Cerita terjadi antara tahun 1950-ansampai dengan 1960. Latar cerita dari segi tempat berada di daerah Paruk, sebuah desa miskin di Banyumas. Novel ini sangat menarik dari segi latar cerita. Sebuah desa terpencil yang miskin dan kering yang banyak menghasilkan ronggeng. Kultur desa yang amat longgar dengan tata susila perkawinan ini, penuh kata-kata cabul yang juga diucapkan di depan anak-anak (Sumardjo, 1991:85).

Menafsir pandangan pengarang dalam novel adalah menafsir apa saja yang terkandung dalam novel, dalam hal ini termasuk di dalamnya menafsir tentang pesan pengarang, kalimat konotasi, kaitan fakta dengan kehidupan yang ada dan menemukan nilai-nilai kehidupan yang disampaikan oleh penulis. Langkah-langkah menafsir pandangan pengarang: membaca novel dengan seksama, menentukan nilai-nilai kehidupan dan menafsirkan pandangan pengarang terhadap nilai-nilai itu.
Ahmad Tohari
Interpretasi terhadap pandangan pengarang adalah memberi kesan kepada pandangan pengarang baik berupa apresiasi maupun berupa kritik. Nilai-nilai dalam novel antara lain  : Nilai sosial adalah nilai yang dilihat dari sudut pandang hubungan dengan manusia atau masyarakat, Nilai agama adalah nilai yang dilihat dari sudut pandang sesorang berdasarkan hubungannya dengan Tuhan, Nilai moral adalah nilai yang dilihat dari sudut pandang kepribadian atau sikap sesorang dalam menyikapi suatu masalah, dan Nilai budaya adalah nilai yang dilihat dari sudut pandang kebiasaan, adat-istiadat, keperyaan, oleh masayarakat setempat.

Pada kegiatan ini kalian diminta untuk menemukan pandangan pengarang dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk. Untuk memudahkan pekerjaanmu, ikutilah format berikut ini dan salinlah di buku tugasmu!
Aspek KehidupanPandangan Pengarang
SosialPengarang memaparkan pandangannya terhadap kehidupan rakyat kecil di pedesaan yang sangat terpencil di Jawa dengan segala persoalannya. Pandangan pengarang tentang aspek kehidupan sosial di Dukuh Paruk digambarkan dengan sangat jelas. Dukuh Paruk adalah perkampungan yang sangat memprihatinkan. Masyarakat hidup dalam kemiskinan dengan serba kekurangan, kelaparan dan kebodohan.

Dukuh Paruk memiliki sedikit unsur mistik dan masyarakat yang lugu. Mereka begitu mudah percaya dengan orang asing yang terlihat kaya. Mereka tidak menyadari betapa berbahayanya orang asing yang hanya ingin mengambil keuntungan tanpa mempedulikan para seniman Dukuh Paruk. Puncak dari segala keluguan itu dialami oleh Srintil yang mengalami kepiluan seumur hidupnya.

Kelaparan, kemelaratan dan kebodohan di sana adalah akibat kemiskinan dan sebuah tradisi yang menempatkan perempuan pada posisi rendah dan diperjualbelikan dalam profesinya sebagai penari Ronggeng. Cerita ini juga berlatar belakang politik dengan adanya PKI yang menyusup dan melakukan propaganda dengan memanfaatkan Srintil untuk menarik massa (orang banyak).
KeagamaanPengarang tidak memaparkan secara jelas dalam aspek agama, namun kehidupan masyarakat desa Dukuh Paruk sangat kental dengan tradisi kepercayaan kepada nenek moyang atau leluhur. Beberapa masyarakat masih meminta bantuan pada roh nenek moyang dengan memberikan sesajen.

Agama pun menjadi penenang bagi sebagian masyarakat, namun tidak serta merta membuat mereka mendadak menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur. Tradisi dan ritual lebih mengarah kepada kepercayaan anismisme dan dinamisme seperti adanya ritual sesajen dan tradisi-tradisi dengan ritual tertentu seperti adanya beberapa ritual yang harus dilakukan sebelum menjadi seorang penari Ronggeng.
BudayaPengarang mendeskripsikan dalam novel tradisi masyarakat Dukuh Paruk yang sangat percaya pada pengaturan alam, tradisi, percaya terhadap suatu karma.

Pandangan pengarang tentang aspek kehidupan budaya di Dukuh Paruk digambarkan dengan masyarakat yang masih menjadi penari Rongeng. Selain itu, budaya masyarakat Dukuh Paruk juga masih banyak yang memuja roh nenek moyangnya dengan memberikan sesajen demi mencapai apa yang mereka inginkan.

Kehidupan budaya pada novel Rongeng Dukuh Paruk masih sangat tradisional seperti zaman dahulu, tradisi leluhur masih sangat kental di kehidupan masyarakat tersebut. Bagi masyarakat desa Dukuh Paruk, kehadiran Srintil telah diatur alam untuk menjadi penari Ronggeng dengan segala gerak tari dan tembang lagu yang diiringi irama musik calung dengan instrumen alat tepuk (kendang, genjring, bedug), rebab, kecapi dan gong. Seorang penari Ronggeng untuk bisa naik pentas dan menerima saweran diharuskan melakukan ritual mandi kembang dan Buka Klambu.

Demikian pembahasan mengenai Menemukan Pandangan Pengarang dalam Novel. Semoga tulisan ini bermanfaat.

Sumber : Buku Bahasa Indonesia Kelas XII Kurikulum 2013, Kemendikbud
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 1:32 PM

0 komentar:

Post a Comment

Mohon tidak memasukan link aktif.