Home » , , , » Gaya dan Teknik Bernyanyi Lagu Daerah

Gaya dan Teknik Bernyanyi Lagu Daerah

Lagu daerah merupakan lagu yang dihasilkan dari nilai kebudayaan wilayah setempat. Ciri utamanya, yakni menggunakan bahasa daerah, mengandung makna tertentu untuk masyarakat sekitar, serta alunan iramanya yang sederhana. Sebenarnya dalam menyanyikan lagu daerah, teknik yang diperlukan tidak berbeda jauh dengan teknik menyanyi pada umumnya. Namun, untuk gaya menyanyinya, lagu daerah memiliki karakteristiknya sendiri.

Ada 4 teknik dalam bernyanyi Lagu Daerah yaitu teknik pesinden, teknik keroncong, teknik melayu, dan teknik dangdut. Berikut ini penjelasan mengenai keempat teknik tersebut.

1. Teknik Pesindhén
Pesindhén, atau Sindhén (dari bahasa Jawa) adalah sebutan bagi wanita yang bernyanyi diiringi oleh orkestra gamelan. Pesindén yang baik harus memiliki kemampuan untuk menyanyikan tembang dimana dibutuhkan teknik khusus untuk melakukan ornamentasi vokal dengan ciri khas sindhen.

Pesindhen berasal dari kata pasindhian yang berarti yang kaya akan lagu atau yang melagukan (melantunkan lagu). Sindhén juga disebut waranggana (wara berarti seseorang berjenis kelamin wanita, dan anggana berarti sendiri). Pada zaman dahulu waranggana adalah satu-satunya wanita dalam panggung pergelaran wayang ataupun pentas klenengan.

Kesenian Sindhén terdapat di daerah seperti Jawa Tengah, Yogyakarta, Sunda,  Jawa Timur dan daerah lainnya, walaupun terdapat beberapa perbedaan karakteristik. Pada pertunjukan wayang tertentu yang bersifat spektakuler, dapat mencapai delapan hingga sepuluh orang bahkan lebih. 

Ada beberapa teknik ornamentasi vokal seperti eluk tungtung, ngolembar,  geregel, gerewel, yang memiliki kesamaan teknik dalam menyanyikan lagu keroncong (Krisna, 2018).

2. Teknik Keroncong
Walaupun musik keroncong telah dipandang sebagai budaya musik bangsa Indonesia, namun kita harus menyadari bahwa dalam perjalanan sejarahnya, keroncong merupakan salah satu musik yang terbentuk dari  perpaduan antara unsur kebudayaan asing dengan kebudayaan bangsa Indonesia.  Musik keroncong adalah salah satu musik hasil akulturasi dari dua kebudayaan yang berbeda. 

Dilihat dari beberapa unsur yang terdapat dalam musik keroncong seperti, alat musik yang dimainkan, bentuk musik, tangga nada, harmonisasi dan unsur-unsur lain yang terkandung dalam musik keroncong, merupakan percampuran dari dua budaya yang berbeda. 

Teknik Vokal Keroncong
Beberapa teknik vokal keroncong asli adalah sebagai berikut (Finalti, 2012): 
  1. Nggandul; merupakan cara menyanyi dengan ketukan lebih lambat dari ketukan yang seharusnya atau tertulis di notasi (kurang lebih ½ ketuk), namun pada frase berikutnya ketinggalan ritme akan dikejar dan kembali ke ritme yang seharusnya. 
  2. Cengkok; merupakan nada hiasan pada melodi utama, semacam mordent pada musik diatonis barat.
  3. Ngembat; merupakan cara menyanyi yang dimulai di bawah melodi utama, yang kemudian bergayut.
  4. Gregel; merupakan teknik vokal seperti appoagiatura yang dinyanyikan pada akhir frase yang biasanya diakhiri dengan nada yang panjang dan teknik vibrato.

Tokoh Keroncong Indonesia
Gesang lahir pada tahun 1917 adalah seorang musisi otodidak, mencari nafkah dengan menulis lagu dan menyanyi di acara-acara. Pada masa kolonial Belanda tahun 1940, Gesang menciptakan lagu berirama keroncong dengan menggunakan seruling. Jernihnya sungai di kota kelahirannya Solo, yang menjadi sarana vital bagi masyarakat yang hidup disekitarnya, menjadi sumber inspirasinya untuk menciptakan lagu "Bengawan Solo".
Bengawan Solo
Waldjinah merupakan penyanyi keroncong Indonesia. Beliau dijuluki Walang Kekek karena lagu ciptaannya yang dinyanyikannya sendiri ber-judul "Walang Kekek" begitu membahana, dikenal oleh masyarakat Indonesia. Untuk memperkenalkan keroncong Waljinah mengadakan lawatan ke banyak negara dan sering tampil di acara Istana Negara. Waldjinah mendedikasikan talentanya dengan mendirikan Orkes Keroncong Bintang Surakarta untuk mendidik penyanyi-penyanyi muda keroncong (Sakaria, 2017).

3. Teknik Melayu
Budaya Melayu merupakan budaya yang sangat kaya dan tersebar di seluruh Sumatera, Semenanjung Malaysia, Singapura dan Thailand, di mana unsur lagu dan tari merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari seni pertunjukan.

Lagu dan tari pada budaya Melayu mengalami evolusi seiring dengan pengaruh berbagai kebudayaan seperti Hindu, Budha, dan Islam yang berkembang di Indonesia. Pada akhirnya sejak abad XIII hingga kini, Islam kemudian menjadi dasar serta pusat dari peradaban Melayu.

Menurut Azlina Zainal seorang penyanyi senior lagu Melayu berasal dari Sumatera Utara, teknik utama yang digunakan dalam bernyanyi lagu-lagu Melayu adalah kreativitas dan improvisasi dalam menghiasi melodi lagu dengan berbagai  macam ornamen khas lagu melalu seperti grenek, cengkok, dan patah lagu.

Popularitas seorang penyanyi Melayu didukung kuat oleh karakter vokal dan kemampuan melakukan hiasan-hiasan melodi ini yang berfungsi untuk memperindah sebuah melodi lagu. Tanpa hiasan cengkok dan grenek maka melodi itu akan terasa kaku, dan kurang memberikan karakter gaya bernyanyi Lagu Melayu yang khas.
Pantun banyak digunakan pada lagu-lagu Melayu, seperti pada lagu "Laksamana Raja di Laut". Lagu ini merupakan salah satu lagu Melayu yang sangat terkenal, namun mungkin ada yang belum tahu tokoh ini adalah nyata bukan sebuah fiksi, yang hidup dan menjadi bagian penting dari tokoh berdirinya kerajaan Melayu Siak Sri Indrapura pada masa dahulu.

4. Teknik Dangdut
Munculnya musik dangdut berawal dari perpaduan musik Hindustan, Melayu, dan Arab yang datang dan berkembang di Indonesia. Pengaruh India sangat kuat seperti pada alat musik yang digunakan, yaitu gendang dan tabla, serta harmoni musik.

Unsur tabuhan yang merupakan bagian unsur dari musik India digabungkan, dengan unsur cengkok penyanyi dan harmonisasi dengan irama musiknya merupakan suatu ciri khas dari irama Melayu merupakan awal dari mutasi dari irama Melayu ke dangdut.

Proses akulturasi musik melayu semakin cepat pada era tahun 1960-an, dimana mulai dipengaruhi oleh banyak jenis musik lainnya seperti gambus, degung, keroncong, dan langgam. Mulai zaman inilah sebutan untuk irama Melayu mulai berubah dan menjadi terkenal dengan sebutan musik Dangdut, dikarenakan bunyi gendang lebih didominasi dengan bunyi dang dan dut. Dengan demikian kata dangdut merupakan onomatope atau kata yang menirukan sesuai dengan bunyi suara instrumen tersebut sendiri, yaitu bunyi dari tabla atau gendang.

Demikian pembahasan mengenai Gaya dan Teknik Bernyanyi Lagu Daerah. Semoga tulisan ini bermanfaat.

Sumber : Buku Seni Musik Kelas VIII Kurikulum Merdeka, Kemendikbud
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 1:05 PM

0 komentar:

Post a Comment

Mohon tidak memasukan link aktif.