Home » » Pendekatan Teoritis Keanekaragaman Masyarakat Indonesia

Pendekatan Teoritis Keanekaragaman Masyarakat Indonesia

Pendekatan teoritis dalam menganalisis keragaman masyarakat Indonesia antara lain dengan menggunakan pendekatan fungsionalisme struktural dan pendekatan konflik. Dalam fungsionalisme struktural, masyarakat dipandang sebagai sistem sosial yang terdiri dari unsur-unsur yang saling berkaitan. Dalam konflik, masyarakat dipandang dalam keadaan yang terus menerus mengalami perubahan yang ditandai dengan pertentangan.

1. Teori Fungsional Struktural
Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau
elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Tokoh utama teori ini adalah Talcott Parsons. Adapun asumsi dasar dari teori ini adalah:
  1. Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem daripada bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain.
  2. Hubungan pengaruh memengaruhi di antara bagian-bagian tersebut adalah bersifat ganda timbal balik.
  3. Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan sempurna, namun secara fundamental sistem sosial selalu cenderung bergerak ke arah equalibrium yang bersifat dinamis: menanggapi perubahan-perubahan yang datang dari luar dengan kecenderungan memelihara agar perubahan-perubahan yang terjadi di dalam sistem sebagai akibatnya hanya akan mencapai derajat yang minimal.
  4. Sekalipun disfungsi, ketegangan-ketegangan, dan penyimpangan-penyimpangan senantiasa terjadi juga, akan tetapi di dalam jangka yang panjang keadaan tersebut pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui penyesuaian-penyesuaian dan proses institusionalisasi. Dengan perkataan lain, sekali pun integrasi sosial pada tingkatnya yang sempurna tidak akan pernah tercapai, akan tetapi setiap sistem sosial akan senantiasa berproses ke arah itu.
  5. Perubahan-perubahan di dalam sistem sosial pada umumnya terjadi secara gradual, melalui penyesuaian-penyesuaian dan tidak secara revolusioner.Perubahan-perubahan yang terjadi secara drastis pada umumnya hanya mengenai bentuk luarnya saja, sedangkan unsur-unsur sosial budaya yang menjadi bangunan dasarnya tidak seberapa mengalami perubahan.
  6. Pada dasarnya, perubahan-perubahan sosial timbul atau terjadi melalui tiga macam kemungkinan: penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan oleh sistem sosial tersebut terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar (extra systemic change); pertumbuhan melalui proses diferensiasi struktural dan fungsional serta penemuan-penemuan baru oleh anggota-anggota masyarakat.
  7. Faktor paling penting yang memiliki daya mengintegrasikan suatu sistem sosial adalah konsensus di antara para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan tertentu. Di dalam setiap masyarakat, demikian menurut pandangan fungsionalisme struktural, selalu terdapat tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dasar tertentu terhadap sebagian besar anggota masyarakat yang menganggap serta menerimanya sebagai suatu hal yang mutlak benar. 

2. Teori Konflik
Menurut teori konflik masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang ditandai oleh pertentangan yang terus menerus di antara unsur-unsurnya. Teori konflik melihat bahwa setiap elemen memberikan sumbangan terhadap disintegrasi sosial dan keteraturan yang terjadi dalam masyarakat disebabkan karena adanya tekanan dan pemaksaan kekuasaan dari atas oleh golongan yang berkuasa. Tokoh utama teori konflik adalah Ralp Dahrendorf. Asumsi dasar teori konflik adalah:
  1. Masyarakat senantiasa berada di dalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir, atau dengan perkataan lain, perubahan sosial merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat.
  2. Setiap masyarakat mengandung konflik-konflik di dalam dirinya atau dengan perkataan lain, konflik merupakan gejala yang melekat dalam masyarakat.
  3. Setiap unsur di dalam masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya disintegrasi dan perubahan-perubahan sosial.
  4. Setiap masyarakat terintegrasi atas penguasaan atau dominasi oleh sejumlah orang atas sejumlah orang-orang yang lain.

3. Analisis Keanekaragaman masyarakat Indonesia
Keragaman dalam masyarakat multikultural tidak dapat dianalisis sendiri-sendiri, karena semua elemen dari keragaman tersebut merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh serta saling terkait antara satu sama lain.

Dalam suatu masyarakat multikultural pasti mengandung konflik-konflik di dalamnya, dan setiap unsur di dalam suatu masyarakat yang dalam hal ini berbagai macam kelompok sosial, memberikan sumbangan bagi terjadinya disintegrasi dan perubahan-perubahan sosial. Adapun bentuk pengendalian konflik-konflik sosial yang terjadi antara kelompok-kelompok sosial di antaranya:
  1. Koersif adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan, di mana salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan. Misalnya untuk menghentikan kerusuhan yang terjadi dalam sebuah pertandingan sepak bola, maka polisi melakukan tindakan yang cenderung ofensif, seperti menyemprotkan gas air mata, water canon, menembakan peluru karet, dan lain-lain.
  2. Kompromi adalah suatu bentuk akomodasi di mana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Misalnya dalam penyelesaian kasus lumpur porong di Sidoarjo, antara PT. Lapindo dan warga Perumtas (Perumahan Tanggul Angin Sejahtera). 
Korban Lapindo
  1. Mediasi adalah bentuk akomodasi dengan mengundang pihak ketiga yang netral untuk mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak ketiga ini hanyalah sebagai penasihat belaka, dia tidak mempunyai wewenang untuk memberi keputusan-keputusan penyelelsaian perselisihan tersebut. Misalnya, PBB membantu menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Timor Timur pada penentuan pendapat (jajak pendapat tahun 1999).
  2. Konsiliasi adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. Contoh, mempertemukan wakil buruh, perusahaan, dan jamsostek untuk saling mengungkapkan keinginan dan mencapai kesepakatan.
  3. Arbitrasi adalah bentuk penghentian perselisihan secara langsung oleh pihak ketiga dan diterima serta ditaati oleh kedua pihak. Pihak ketiga ini dipilih oleh kedua belah pihak dan oleh suatu badan yang berkedudukan lebih tinggi dari pihak-pihak yang bertentangan. Contoh, masalah antara karyawan dan perusahaan tentang gaji. Masalah ini bisa diatasi dengan meminta bantuan pemerintah yang kemudian menetapkan upah minimum
  4. Stalemate merupakan suatu akomodasi, di mana pihak-pihak yang bertentangan mempunyai kekuatan yang seimbang, dan oleh karenanya pihak-pihak tersebut mengentikan pertentangannya pada suatu titik tertentu dan tidak memungkinkan lagi baik untuk maju maupun untuk mundur. Misalnya perlombaan senjata antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa perang dingin.
  5. Adjudikasi adalah penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan. Misalnya proses persidangan di pengadilan untuk memustuskan sejumlah tersangka, di antaranya rektor IPDN dan 7 Pradya Nindya. Contoh lainnya adalah penyelesaian kasus-kasus korupsi, kriminalitas, pertikaian, dan sebagainya.
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 6:04 PM

0 komentar:

Post a Comment

Mohon tidak memasukan link aktif.