Setiap kata dalam puisi dipilih dengan cermat oleh penyair dengan berbagai pertimbangan. Hal tersebut bertujuan memunculkan efek dan makna tertentu. Untuk itu, penyair sering menggunakan gaya bahasa (majas), pengimajian, kata konkret, dan kata konotatif untuk mendukung makna puisi yang ingin disampaikannya. Berikut penjelasan mengenai hal tersebut.
1. Majas (gaya bahasa)
Majas atau gaya bahasa merupakan bahasa kiasan yang digunakan untuk menampilkan efek tertentu bagi pembacanya. Secara berkelompok, kalian dapat berlatih menelaah majas dalam puisi karya Amir Hamzah di atas pada isian tabel berikut.
No. | Jenis Majas | Teks dalam Puisi | Alasan |
---|---|---|---|
1. | Personifikasi | Kasihmu sunyi/menunggu seorang diri | Kiasan yang mempersamakan sesuatu dengan manusia yang dapat berbuat, melakukan suatu hal, dan sebagainya. |
2. | Simile/Perumpamaan | Serupa dara di balik tirai | Majas perbandingan atau perumpamaan yang menyamakan suatu hal dengan hal lain menggunakan kata-kata pembanding: bagai, bak, seperti, seumpama, laksana, dll |
3. | Metafora | Kaulah kandil kemerlap/Pelita jendela di malam gelap | Kiasan yang bersifat langsung, tetapi tidak menggunakan kata-kata pembanding. |
4. | Repetisi | Rindu rasa/Rindu rupa/Engkau cemburu/Engkau ganas | Majas yang mengulang kata-kata dengan maksud memberi efek penguatan atau penegasan. |
5. | Hiperbola | Habis kikis Segala cintaku hilang terbang Pulang kembali aku padamu | Majas yang berusaha memberikan penekanan dengan cara melebih lebihkan suatu hal. |
2. Pengimajian/citraan
Pengimajian atau citraan merupakan kata atau susunan kata yang dapat menimbulkan efek khayalan atau imajinasi pada diri pembacanya. Pembaca seolah-olah ikut merasakan, mendengar, melihat, meraba, dan mengecap sesuatu yang diungkapkan dalam puisi.
Ada beberapa jenis citraan berdasarkan efek imajinasi yang ditimbulkan pada pembaca, yaitu citraan penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, penciuman, dan citraan gerak (Pradopo, 2012: 80).
No. | Kutipan Puisi | Jenis Citraan | Efek Bagi Pembaca |
---|---|---|---|
1. | Kebun Hujan .... Subuh hari kulihat bunga-bunga hujan dan daun-daun hujan/berguguran di kebun hujan, bertaburan jadi sampah hujan .... (Joko Pinurbo, Antologi Celana Pacar Kecilku di Bawah Kibaran Sarung, 2007) | Penglihatan | Pembaca seolah olah melihat bunga-bunga hujan berguguran dan menjadi sampah hujan |
2. | Asmarandana Ia dengar kepak sayap kelelawar dan guyur sisa/hujan dari daun,/karena angin pada kemuning. Ia dengar resah kuda/serta langkah ... (Goenawan Muhammad, Antologi Asmaradana, 1992 | Pendengaran | Pembaca seolah-olah mendengar kepak sayap kelelawar dan guyur hujan |
3. | Pemandangan Senjakala .... Kelelawar-kelelawar raksasa datang dari langit kelabu tua/Bau mesiu di udara, Bau mayat. Bau kotoran kuda .... (WS. Rendra, Antologi Blues untuk Bonnie, 2008) | Pendengaran | Pembaca seolah dapat mendengar suara kelelawar-kelelawar raksasa saat datang dari langit kelabu tua |
4. | Di Sisimu .... Dekaplah aku meski bukan/untuk yang terakhir kali. Angin terasa dingin/di batin. .... (Soni Farid Maulana, Antologi Angsana, 2007) | Perabaan | Pembaca seolah dapat merasakan dan bisa meraba dekapan yang dimaksud dalam kutipan puisi. |
5. | Diponegoro .... Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai Jika hidup harus merasai Maju Serbu Serang Terjang .... (Chairil Anwar, Antologi Aku Ini Binatang Jalang, 1993) | Gerakan | Pembaca seolah dapat merasakan gerakan yang disampaikan dalam kutipan puisi. |
6. | Pembicaraan .... yang ada hanya sorga. Neraka adalah rasa pahit di mulutwaktu bangun pagi .... (Soebagio Sastrowardojo, Antologi Daerah Perbatasan, 1982) | Pengecapan | Pembaca seolah dapat mengimplementasikan citraan dalam indra pengecapan yaitu efek rasa pahit. |
7. | Kebun Hujan .... Aku terbangun dari rerimbun ranjang, menyaksikan angin/dan dingin hujan bercinta-cintaan di bawah rerindang hujan ..... (Joko Pinurbo, Antologi Celana Pacar Kecilku di Bawah Kibaran Sarung, 2007) | Penglihatan | Pembaca seolah-olah dapat melihat angin |
8. | Di Tengah Jalan ... Sayup-sayup terdengar suara kereta penghabisan/Gerbong-gerbong dikosongkan tinggal muatan kematian/Di tengah jalan terdengar lolongan bersahutan. .... (Leon Agusta, Antologi Gendang Pengembara, 2012) | Pendengaran | Pembaca seolah dapat mendengar bunyi yang timbul dari suara kereta penghabisan |
9. | Catatan Kaki Sehabis Demonstrasi .... aku melihat diam tak seorang saja tapi satu bangsa kulihat batu padahal manusia menunggu waktu .... (Radhar Panca Dahana, Antologi Lalu Waktu. 1994) | Penglihatan | Pembaca seolah dapat menggambarkan dan melihat yang dimaksud dalam kutipan puisi |
10. | Suara Terompet Akhir Tahun .... di ujung malam sedingin es dalam kulkas; apa yang kau harap dari suaraterompet akhir tahun? .... (Soni Farid Maulana, Antologi Selepas Kata, 2004) | Perabaan | Pembaca seolah dapat merasakan apa yang disampaikan dalam puisi. |
3. Kata konkret
Secara umum, kata konkret adalah kata yang rujukannya lebih mudah ditangkap oleh indra. Konkret dapat berarti nyata, berwujud, atau benar-benar ada. Tulislah kata-kata konkret yang kalian temukan dalam puisi Chairil Anwar di atas dan jelaskan maknanya!
No. | Kata Konkret | Makna | Sumber/Rujukan |
---|---|---|---|
1. | Pulau | Suatu tempat atau lokasi tinggal seseorang | KBBI Online |
2. | Perahu | Kematian atau akhir kisah hidup | KBBI Online |
3. | Ajal | Kematian atau akhir kisah hidup | KBBI Online |
4. | Air | Keadaan, suasana, lingkungan | KBBI Online |
5. | Jalan | Riwayat atau kisah hidup yang dilalui si aku | KBBI Online |
4. Kata konotatif
Kata konotatif merupakan kata-kata yang berasosiasi. Asosiasi merupakan keterkaitan makna kata dengan hal lain di luar bahasa. Dalam hal ini, makna konotatif timbul sebagai akibat asosiasi perasaan pembaca terhadap kata yang dibaca, diucapkan, atau didengar. Pada kata konotatif, makna telah mengalami penambahan atau pergeseran dari makna asalnya.
- Pada /larik kuda bernapaskan nyala/. Kata nyala umumnya mengikuti kata api atau sebagai penjelas kata api. Kata nyalajuga dapat diartikan sebagai hidup, bertenaga, ataupun berkobar. Dalam hal ini, baris/napas kuda yang menyala/sebenarnya bermakna sosok kuda yang memiliki semangat berkobar atau kuda yang kuat bertenaga.
- Larik berikutnya yang mengandung konotasi adalah /Waktu berhenti di tempat ini/Tidak berombak, diam semata/. Dalam puisi tersebut, waktudikatakan tidak berombak atau dalam keadaan tenang. Kata-kata tersebut tidak menunjukkan makna sebenarnya, tetapi bermakna tidak ada gangguan, damai, dan tenteram.
Demikian pembahasan mengenai Memahami Diksi dalam Teks Puisi. Semoga tulisan ini bermanfaat.
0 komentar:
Post a Comment
Mohon tidak memasukan link aktif.