Home » » Pers Membawa Kemajuan Bangsa Indonesia

Pers Membawa Kemajuan Bangsa Indonesia

Dalam sejarah perkembangannya pers Indonesia tidak bisa dilepaskan dari situasi masyarakat kolonial pada waktu itu. Munculnya pers di Indonesia bermula dari perkembangan sejarah pers Belanda sampai akhir abad ke-19 di Hindia Belanda. Kemudian menginjak awal abad ke-20 adalah sebuah awal pencerahan bagi perkembangan pergerakan di Indonesia yang ditandai dengan munculnya koran.

Pada awal abad ke-20, para priyayi baru menuangkan gagasannya melalui pers (media cetak) mengenai isu-isu perubahan. Pers merupakan sarana berpartisipasi dalam gerakan emansipasi, kemajuan dan pergerakan nasional. Pada dekade itu ditandai dengan jumlah penerbitan surat kabar berbahasa Melayu yang mengalami peningkatan.

Orang-orang pertama yang aktif dalam dunia pers saat itu adalah orang Indo seperti H.C.O. Clockener Brousson dari Bintang Hindia, E.F Wigger dari Bintang Baru, dan G. Francis dari Pemberitaan Betawi.

Dalam perkembangan kemudian kaum bumiputra juga mengambil bagian. Penerbit bumiputra pertama di Batavia yang muncul pada pertengahan abad ke-20 adalah R.M. Tirtoadisuryo, F.D.J Pangemanan, dan R.M. Tumenggung Kusuma Utaya, sebagai redaktur Ilmoe Tani, Kabar Perniagaan, dan Pewarta Prijaji.

Di Surakarta R.Dirdjoatmojo menyunting Djawi Kanda yang diterbitkan oleh Albert Rusche & Co., Di Yogjakarta Dr. Wahidin Sudirahusada sebagai redaktur jurnal berbahasa Jawa, Retnodhoemillah diterbitkan oleh Firma H. Buning.

Bermunculannya media cetak diikuti jurnalis bumiputra seperti R. Tirtodanudja dan R. Mohammad Jusuf. Keduanya adalah redaktur Sinar Djawa, yang diterbitkan Honh Thaij & Co. Djojosudiro, redaktur Tjahaja Timoer yang diterbitkan di Malang oleh Kwee Khaij Khee. Di Bandung Abdull Muis sebagai redaktur Pewarta Hindia yang diterbitkan oleh G. Kolff & Co.
koran perjuangan
Para jurnalis bumiputra itulah yang memberikan wawasan dan ”embrio kebangsaan” melalui artikel, komentar-komentar mereka dalam surat pembaca. Sementara itu pergerakan kebudayaan “cetak” mulai masuk di beberapa kota kolonial lain, seperti Surabaya, Padang, dan Semarang.
  1. Pada tahun 1901, sebuah majalah bulanan Insulinde diterbitkan di Kota Padang dengan guru-guru Belanda di sekolah raja (Kweekschool) Bukittinggi, terutama van Ophuysen. Ketua redaksi majalah itu adalah Dja Endar Muda. Majalah itulah yang pertama memperkenalkan slogan “kemajuan” dan “zaman maju”
  2. Tokoh muda dr. Abdul Rivai yang baru datang dari Belanda menganjurkan pada tokoh muda di Hindia untuk membentuk sebuah organisasi. Dalam tulisant-ulisannya dalam Bintang Hindia ia selalu memuat tentang “kemajuan” dan “dunia maju”.
  3. Wahidin Soedirohoesodo tertarik dengan tulisan Rivai. Saat itu ia sebagai editor majalah berbahasa Jawa, Retnodhumilah, dalam tulisan itu disarankan agar kaum lanjut usia dan kaum muda membentuk organisasi pendidikan yang bertujuan untuk memajukan masyarakat. Gagasan Wahidin akhirnya terwujud dengan terbentuknya Boedi Oetomo, pada 2 Mei 1908.

Wacana kemajuan terus merebak melalui pers. Pers bumiputra juga mempunyai fungsi untuk memobilisasi pergerakan nasional pada saat itu. Harian Sinar Djawa, memuat tentang perlunya rakyat kecil untuk terus menuntut ilmu setinggi mungkin.

Surat kabar yang paling mendapat perhatian pemerintah kolonial saat itu adalah De Express. Surat kabar itu memuat berita-berita propaganda ide-ide radikal dan kritis terhadap sistem pemerintahan kolonial. Puncaknya saat Cipto Mangunkusumo, Suwardi Surjaningrat, dan Abdul Muis mendirikan Komite Boemipoetera (1913). Tujuan panitia itu untuk mengumpulkan dana dari rakyat untuk mendukung perayaan kemerdekaan Belanda. Di balik itu tujuan panitia adalah mengkritik tindakan pemerintah kolonial yang merayaan kemerdekaannya di tanah jajahan dengan mencari dana dukungan dari rakyat.

Kritik tajam yang ditujuan oleh Suwardi Surjaningrat dengan menulis di brosur yang berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Saya Menjadi Seorang Belanda). Pada 30 Juli 1913, polisi Belanda menangkap Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat. Kemudian menyusul Adbul Moeis untuk diasingkan ke luar Jawa. Cipto mulanya diasingkan ke Bangka, kemudian ke Belanda.

Seorang jurnalis bumiputera yang gigih memperjuangkan kebebasan pers dikenal dengan nama Semaun. Ia mengkritik beberapa kebijakan kolonial melalui Sinar Hindia. Kritikannya mengenai haatzaai artikelen, yang menurutnya sebagai sarana untuk membungkam rakyat dan melindungi kekuasaan kolonial dan kapitalis asing. Atas kritikannya itulah ia diadili dan dijebloskan ke penjara.

Secara umum, pers mampu memperjuangkan objektivitas, menjadi alat pendidikan, alat penyalur aspirasi, sebagai lembaga pengawasan dan juga sebagai upaya untuk penggalangan opini umum. Dengan demikian, pers dapat berfungsi sebgai alat perjuangan bangsa. Bagi bangsa Indonesia pada masa pergerakan nasional itu, pers dapat berfungsi sebagai alat propaganda demi kepentingan bangsa Indonesia.
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 6:37 PM

2 komentar:

Mohon tidak memasukan link aktif.