Home » , , » BPUPKI, PPKI, dan Piagam Jakarta

BPUPKI, PPKI, dan Piagam Jakarta

Pada akhir tahun 1944, Jepang terdesak oleh sekutu akibat kekalahannya dalam perang Asia-Pasifik. Berkaitan dengan hal itu, tepatnya pada tanggal 7 September 1944 di Kota Tokyo, Perdana Menteri Jepang, Koiso, mengumumkan dalam sidang istimewa Parlemen bahwa wilayah Hindia Timur (Indonesia) pada kemudian hari akan memperoleh kemerdekaan. Setelah janji kemerdekaan oleh pemerintah Jepang tersebut dan demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia yang hakiki, maka suatu dasar negara harus dibentuk. 

Dengan demikian, diperlukan semua hal yang berhubungan dengan tata pemerintahan dalam suatu negara. Jepang lalu membentuk suatu lembaga persiapan kemerdekaan Indonesia dengan tujuan membahas hal tersebut termasuk penentuan dasar negara. Lembaga yang diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat tersebut adalah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau dalam Bahasa Jepang disebut Dookoritsu Junbi Coosakai.
BPUPKI dan PPKI
Selama sidang pertama BPUPK (29 Mei-1 Juni 1945) dalam pembahasan mengenai dasar negara, terdapat 33 orang pembicara dalam sidang itu. Setelah Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya, ada anjuran dari dr. Radjiman Wedyodiningrat selaku ketua BPUPKI agar para anggota mengajukan usulnya secara tertulis. Paling lambat 20 Juni 1945 usulan tertulis tersebut harus sudah masuk.

Maka, mengenai hal itu dibentuklah Panitia Kecil (Panitia Delapan) yang akan menampung usulan lain dan memeriksa rumusan dasar negara yang akan disusun. Anggota panitia ini terdiri atas delapan orang:
  1. Ir. Soekarno (Ketua), dengan anggota-anggotanya terdiri atas:
  2. Drs. Mohammad Hatta (anggota)
  3. Mr. Muhammad Yamin (anggota)
  4. K.H. Wahid Hasjim (anggota)
  5. Ki Bagoes Hadikoesoemo (anggota)
  6. M. Soetardjo Kartohadikoesoemo (anggota)
  7. Rd. Otto Iskandardinata (anggota)
  8. Mr. A.A. Maramis (anggota)

Hari Jumat, 22 Juni 1945 antara BPUPKI, Panitia Delapan, dan Tyuo Sangi In (Badan Penasihat Pemerintah Pusat Bala Tentara Jepang) mengadakan rapat gabungan dan dipimpin oleh Ir. Soekarno bertempat di sebuah rumah yang ditempati beliau dan merupakan hibah dari Faradj bin Said bin Awadh Martak di Jalan Pegangsaan Timur no. 56, Jakarta.

Pada saat rapat disepakati bahwa Indonesia harus merdeka secepatnya menjadi sebuah negara hukum yang memiliki hukum dasar dan memuat dasar negara dalam pembukaannya. Untuk menuntaskan hukum dasar tersebut maka dibentuk Panitia Sembilan dengan keanggotaan berikut ini.
  1. Ir. Soekarno (Ketua)
  2. Drs. Mohammad Hatta (Anggota)
  3. H. Agoes Salim (Anggota)
  4. K.H. Wahid Hasjim (Anggota)
  5. Mr. Muhammad Yamin Anggota)
  6. Abdoel Kahar Moezakir (Anggota)
  7. Abikoesno Tjokrosoejoso (Anggota)
  8. Mr. Achmad Soebardjo (Anggota)
  9. Mr. A.A. Maramis (Anggota)

Pada malam harinya di tanggal yang sama, Panitia Sembilan bersegera mengadakan rapat di rumah kediaman Ir. Soekarno. Selama pertemuan rapat berlangsung, sulit menemukan pemecahannya. Hal ini terjadi karena perbedaan pandangan dan pendapat antara golongan Islam dan nasionalis tentang rumusan dasar negara. Akhirnya, dalam Mukadimah (Pembukaan) Hukum Dasar disepakati agar mencantumkan rumusan dasar negara sebagai berikut:
  1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya, menurut dasar.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Persatuan Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kemudian seluruh anggota Panitia Sembilan menandatangani Naskah Mukadimah yang dikenal dengan nama “Jakarta Charter” atau Piagam Jakarta. Selanjutnya, pada tanggal 10-17 Juli 1945, Mukadimah tersebut dibawa ke sidang BPUPKI dan disepakati pada tanggal 14 Juli 1945. Pada akhir sidang musyawarah tanggal 17 Juli 1945 rumusan Hukum Dasar dan  Pernyataan Indonesia Merdeka berhasil diselesaikan.

Pada perkembangan selanjutnya, kekalahan dialami Jepang dalam peperangannya melawan sekutu. Kemudian terbentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Inkai oleh pemerintahan Jepang. Pada tanggal 8 Agustus 1945 demi kepentingan pembentukan panitia tersebut dan memenuhi panggilan Jenderal Besar Terauchi, Ir Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan dr. Radjiman Widyodiningrat berangkat ke Saigon.

Menurut Ir. Soekarno, Terauchi memberikan keputusan seperti:Ir. Soekarno diangkat sebagai Ketua PPKI, Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil ketua dan dr. Radjiman Wedyodiningrat sebagai anggota.Panitia persiapan sudah bisa bekerja pada tanggal 9 Agustus 1945. Cepat atau tidaknya pekerjaan panitia diserahkan sepenuhnya kepada panitia.

Setelah pertemuan di Saigon tersebut, terdapat dua peristiwa yang menjadi sejarah penting mengiringi proses kemerdekaan Republik Indonesia. Pertama, Jepang menyerah tanpa syarat pada tanggal 14 Agustus 1945. Kedua, pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya. 

Sehari setelah proklamasi, 18 Agustus 1945, sidang dilaksanakan oleh PPKI untuk mengesahkan naskah Hukum Dasar Indonesia yang dikenal sekarang menjadi Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD ‘45). UUD 1945 ini sendiri terdiri dari tiga bagian; yaitu Pembukaan, Batang Tubuh (berisi 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan) dan Penjelasan. Pembukaan UUD 1945 terdiri atas empat alinea. Pada alinea keempat tercantum rumusan Pancasila yang berbunyi sebagai berikut:
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Atas dasar itulah kata Pancasila telah menjadi istilah umum dan merupakan salah satu kosakata dalam Bahasa Indonesia. Meskipun dalam alinea terakhir Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah Pancasila, namun yang tersebut di dalamnya bermaksud dasar negara Republik Indonesia ialah Pancasila
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 9:54 AM

0 komentar:

Post a Comment

Mohon tidak memasukan link aktif.