Pada umumnya yang kita ketahui gamelan berasal dari Jawa dan Bali, namun sebenarnya jenis musik dan instrumen-instrumen gamelan tersebar di seluruh Indonesia, hingga ke Flores, Makassar & Banjar dan telah beradaptasi dengan kebudayaan setempat. Bagaimana halnya dengan seni musik tradisional di negara-negara tetangga sekitar kita seperti di Asia Tenggara?
1. Pinpeat dari Kamboja
Musik Pinpeat berasal dari Kerajaan Kamboja dengan ibu kotanya Pnom Penh. Budaya di Kamboja sangatlah dipengaruhi oleh agama Budha. Ensambel Pinpeat merupakan ensambel musik yang berasal dari abad VII, dan tergambarkan pada relik dinding candi Angkor Watt, yang ditemukan pada tahun 2013.
Kata pi mengacu pada alat musik petik (harpa) dan peat mengacu pada alat musik perkusi. Pinpeat biasanya dimainkan untuk mengiringi penari tradisional Khmer, dan juga pada acara keagamaan. Pada umumnya Pinpeat terdiri dari sekitar 9 instrumen dengan penyanyi dan paduan suara. Pada saat ini, Pinpeat tidak jarang ditampilkan dengan instrumen yang lebih sedikit, mengingat keterbatasan jumlah pemain musik tradisional ini.
Instrumen yang paling sering adalah Oneat (sebuah silofon); Kongvong (gong kecil melingkar); Samphor (drum berkepala ganda); dan Skor Thom (sebuah drum besar) (Tabuena, 2021). Seperti tarian-tarian tradisional, beberapa alat musik tradisional Kamboja juga terlihat pada dinding-dinding kuil di era angkorian, yang digambarkan pada relief timbul. Beberapa instrumen musik tradisional mereka sangat mirip dengan alat musik tradisional Jawa, seperti "gamelan" Jawa. Beberapa ahli berpendapat bahwa terdapat pengaruh budaya Jawa Kuno yang dibawa oleh Raja Khmer yang berkunjung ke Jawa pada akhir abad ke VIII.
Melodi musik Pinpeat cukup mudah dan tidak menggunakan notasi. Biasanya dimainkan untuk mengiringi penari atau pada pertemuan pertemuan sosial.
2. Piphat dari Thailand
Musik tradisional yang berasal dari Thailand juga mencerminkan posisi geografis negara ini. Musik tradisi ini membawa gagasan dari berbagai kebudayaan, baik yang mengelilinginya (Kamboja, Cina, Birma), maupun yang letaknya lebih jauh, seperti Eropa dan Jawa. Musik tradisional Thailand mendapatkan pengaruh bahkan dari negeri-negeri jauh, seperti pada instrumen-instrumen Thap klong dan Khim (Persia), Yang Jakhe (India), Jin Klong (Cina), dan Klong Khaek (Melayu).
Piphat adalah musik tradisional yang sangat popular dan biasanya dimainkan pada saat mengiringi teater dan tarian tradisional Thailand. Musik Ensambel Piphat terdiri atas dua xylofone (ranat), oboe (pi), drum barel (klong) dan dua set gong lonceng yang diletakkan secara horisontal mengelilingi pemain musik (wong kong).
Piphat dapat dimainkan baik menggunakan palu keras atau dengan menggunakan palu empuk yang penggunaannya disesuaikan untuk di luar atau di dalam ruang. Ada beberapa jenis Ensambel piphat sesuai banyaknya pemain dan orkestrasi, dimana tiap jenis biasanya dikaitkan dengan tujuan upacara tertentu.
3. Hsaing Waing dari Burma
Hsaing Waing merupakan sebuah musik Ensambel tradisional ciri khas budaya Myanmar. Musik Ensambel tradisional ini pada dasarnya menggunakan gong dan drum dengan berbagai jenis ukuran yang berbeda serta berbagai alat musik pukul lainnya, sesuai dengan musik yang akan dibawakan.
Alat-alat musik lain yang digunakan diantaranya adalah hne (sejenis seruling yang menggunakan sepasang batang gelagah), pat waing (satu set drum berjumlah 21 buah yang disusun melingkar), kyi waing (gong perunggu kecil dengan bingkai bundar), maung hsaing (gong perunggu yang lebih besar dengan bingkai persegi panjang), chauk lon pat (satu set drum 8 nada), serta si dan wa (lonceng dan anak lonceng).
Pada masa kolonial, kepopuleran Hsaing Waing sangat berkurang, namun terbuka kesempatan bagi musik Ensambel tradisional ini diperkenalkan melalui rekaman modern dan siaran radio untuk menjangkau pendengar yang lebih luas. Juga terbuka kesempatan melakuan inovasi berkolaborasi dengan instrumen musik barat lainnya seperti piano, biola dan mandolin, dalam ansamble musik religi dan acara budaya.
Untuk pertunjukan formal dan klasik, Ensambel ini juga dimainkan bersama Saung Gauk (harpa Burma), Pattala (xilofon Burma) (Chalermkit Kengkeaw, 2013).Musik Hsaing Waing menggunakan skala pentatonik, mirip yang digunakan dalam permainan gamelan di Indonesia. Karakteristik Ensambel Hsaing Waingadalah musiknya yang sangat dinamis dengan unsur ritme, tempi dan melodi yang hidup dan perubahan yang kontras.
4. Agung & Kulintang dari Malaysia
Suku dan Bangsa yang tinggal di negara Malaysia, terdiri atas berbagai macam suku bangsa pendatang seperti Melayu, China, India dan Indonesia. Tentu saja mereka memiliki budaya dan musik tradisionalnya sendiri. Namun suku Melayu asli yang tinggal di semenanjung Melayu dan Malaysia Timur (Kalimantan Utara) juga masing-masing memiliki keunikan dan musik tradisional yang khas. Pada dasarnya musik tradisi Malaysia dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu:
- Musik tradisional dan musik rakyat yang berkembang sebelum era kolonial dan tetap ada dalam bentuk lagu, tarian, dan musik teater.
- Musik Akulturasi yang berkembang selama dan setelah masa Portugis (abad XVI). Musik ini adalah melalui proses asimilasi berbagai macam unsur musik lokal dan Arab, Persia, India, China, dan musik barat.
Budaya dan musik Melayu pada awalnya berkembang di daerah Kelantan-Pattani. Musik ini pada dasarnya menggunakan instrumen perkusi, utamanya adalah gendang (drum). Terdapat kurang lebih 14 jenis gendang tradisional. Biasanya gendang dan musik perkusi tradisional lainnya terbuat dari bahan kayu. Selain dari gendang, terdapat beberapa instrumen perkusi lainnya, dan juga rebab (instrumen gesek), serunai (instrumen tiup seperti oboe), seruling dan terompet.
Fungsi musik di masyarakat Melayu Malaysia adalah pada upacara-upacara perayaan, merayakan siklus-siklus kehidupan seperti panen, pergantian musim, dan lain sebagainya. Di Malaysia Timur, kelompok musik seperti Agung dan Kulintang biasanya dimainkan pada saat upacara-upacara adat perkawinan dan kematian. Agung dan Kulintang juga terdapat dan dimainkan di wilayah daerah Filipina Selatan, Kalimantan, dan Brunei (Cadar, 1996).
Alat musik ini dimainkan dengan didukung oleh gong yang lebih besar dan drum. Kolintang merupakan bagian dari budaya gong Asia Tenggara, menyebar di negara Filipina, Malaysia Timur/Kalimantan Utara, Indonesia Timur, dan Timor.
Di Indonesia, Kolintang dikenal sebagai alat musik yang berasal dari daerah Minahasa (Sulawesi Utara). Kayu yang dipakai untuk membuat Kolintang adalah kayu lokal yang ringan namun kuat. Khusus untuk bar kolintang (bagian yang dipukul), digunakan seperti kayu telur (Alstonia sp), kayu wenuang (Octomeles Sumatrana Miq), kayu cempaka (Elmerrillia Tsiampaca), kayu waru (Hibiscus Tiliaceus) dan sejenisnya yang mempunyai konstruksi serat paralel.
Nama kolintang berasal dari suaranya: tong (nada rendah), ting (nada tinggi) dan tang (nada biasa). Dalam bahasa daerah, ajakan "Mari kita ber-tong ting tang" adalah : "Mangemo kumolintang". Ajakan tersebut akhirnya berubah menjadi kata kolintang (Kaseke, 2013).
Ensambel di Asia Tenggara
Berikan tanda centang apabila di dalam Ensambel berikut memiliki jenis musik instrumen-instrumen di baris atas serta isilah kolom yang ada.
No. | Ensambel & asal negara | Idio phone | Aero phone | Chordo phone | Membrano phone |
---|---|---|---|---|---|
1. | PinPeat (Cambodia) | √ | - | - | √ |
2. | Piphat (Thailand) | √ | - | - | √ |
3. | Hsaing Waing (Burma) | √ | √ | - | √ |
4. | Agung & Kulintang (Malaysia) | - | - | - | √ |
Demikian pembahasan mengenai Ragam dan Lagu Musik Asia Tenggara. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Sumber : Buku Seni Musik Kelas VIII Kurikulum Merdeka, Kemendikbud
0 komentar:
Post a Comment
Mohon tidak memasukan link aktif.