Home » » Kerajaan-Kerajaan Islam di Papua dan Nusa Tenggara

Kerajaan-Kerajaan Islam di Papua dan Nusa Tenggara

Islam masuk lebih awal sebelum agama lainnya di Papua. Dari catatan-catatan yang ada menunjukkan bahwa kedatangan Islam di tanah Papua, sesungguhnya sudah sangat lama. Islam datang ke sana melalui jalur-jalur perdagangan sebagaimana di kawasan lain di nusantara. Sayangnya hingga saat ini belum ditentukan secara persis kapan hal itu terjadi. Aktivitas dakwah Islam di Papua merupakan bagian dari rangkaian panjang syiar Islam di Nusantara. Masuknya Islam ke Papua, tidak bisa dilepaskan dengan jalur dan hubungan daerah ini dengan daerah lain di Indonesia. Salah satu pegaruh masuknya Islam ke Papua adalah lewat Maluku, di mana pada masa itu terdapat kerajaan Islam berpengaruh di kawasan Indonesia Timur, yakni kerajaan Bacan.

Sumber-sumber sejarah menunjukkan bahwa penyebaran Islam di Papua sudah berlangsung sejak lama. Bahkan, berdasarkan bukti sejarah terdapat sejumlah kerajaan-kerajaan Islam di Papua, yakni: (1) Kerajaan Waigeo (2) Kerajaan Misool (3) Kerajaan Salawati (4) Kerajaan Sailolof (5) Kerajaan Fatagar (6) Kerajaan Rumbati (terdiri dari Kerajaan Atiati, Sekar, Patipi, Arguni, dan Wertuar) (7) Kerajaan Kowiai (Namatota) (8). Kerajaan Aiduma (9) Kerajaan Kaimana.

Berdasarkan sumber tradisi lisan dari keturunan raja-raja di Raja Ampat-Sorong, Fakfak, Kaimana dan Teluk Bintuni-Manokwari, Islam sudah lebih awal datang ke daerah ini. Ada beberapa pendapat mengenai kedatangan Islam di Papua. 
  1. Pertama, Islam datang di Papua tahun 1360 yang disebarkan oleh mubaligh asal Aceh, Abdul Ghafar. Pendapat ini juga berasal dari sumber lisan yang disampaikan oleh putra bungsu Raja Rumbati ke-16 (Muhamad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati ke-17 (H. Ismail Samali Bauw). Abdul Ghafar berdakwah selama 14 tahun (1360-1374) di Rumbati dan sekitarnya. Ia kemudian wafat dan dimakamkan di belakang masjid kampung Rumbati tahun 1374.
  2. Kedua, pendapat yang menjelaskan bahwa agama Islam pertama kali mulai diperkenalkan di tanah Papua, tepatnya di jazirah Onin (Patimunin-Fakfak) oleh seorang sufi bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan gelar Syekh Jubah Biru dari negeri Arab. Pengislaman ini diperkirakan terjadi pada abad pertengahan abad ke-16, dengan bukti adanya Masjid Tunasgain yang berumur sekitar 400 tahun atau di bangun sekitar tahun 1587.
  3. Ketiga, pendapat yang mengatakan bahwa Islamisasi di Papua, khususnya di Fakfak dikembangkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui Banda dan Seram Timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama Haweten Attamimi yang telah lama menetap di Ambon. Proses pengislamannya dilakukan dengan cara khitanan. Mereka berhasil dalam khitanan tersebut kemudian penduduk setempat berduyun-duyun masuk agama Islam.
  4. Keempat, pendapat yang mengatakan Islam di Papua berasal dari Bacan. Pada masa pemerintahan Sultan Mohammad al-Bakir, Kesultanan Bacan mencanangkan syiar Islam ke seluruh penjuru negeri termasuk Papua. Menurut Thomas Arnold, Raja Bacan yang pertama kali masuk Islam adalah Zainal Abidin yang memerintah tahun 1521. Pada masa ini Bacan telah menguasai suku-suku di Papua. Sultan Bacan kemudian meluaskan kekuasaannya hingga ke semenanjung Onin Fakfak, di barat laut Papua tahun 1606. Melalui pengaruhnya dan para pedagang muslim, para pemuka masyarakat di pulau-pulau kecil itu lalu memeluk agama Islam. 
  5. Kelima, pendapat yang mengatakan bahwa Islam di Papua berasal dari Maluku Utara (Ternate-Tidore). Sumber sejarah Kesultanan Tidore menyebutkan bahwa pada tahun 1443 Sultan Ibnu Mansur (Sultan Tidore X atau Sultan Papua I) memimpin ekspedisi ke daratan tanah besar (Papua). Setelah tiba di wilayah Pulau Misool dan Raja Ampat, kemudian Sultan Ibnu Mansur mengangkat Kaicil Patrawar putera Sultan Bacan dengan gelar Komalo Gurabesi (Kapita Gurabesi). Kapita Gurabesi kemudian dikawinkan dengan putri Sultan Ibnu Mansur bernama Boki Tayyibah. Kemudian berdiri empat kerajaan di Kepulauan Raja Ampat tersebut, yakni Kerajaan Salawati, Kerajaan Misool atau Kerajaan Sailolof, Kerajaan Batanta, dan Kerajaan Waigeo.

Proses Islamisasi tanah Papua, terutama di daerah pesisir barat pada pertengahan abad ke-15, dipengaruhi oleh kerajaan-kerajaan Islam di Maluku (Bacan, Ternate dan Tidore). Hal ini didukung karena faktor letaknya yang strategis, yang merupakan jalur perdagangan rempah-rempah (silk road) di dunia. Bukti-bukti peninggalan sejarah mengenai agama Islam yang ada di pulau Papua antara lain sebagai berikut:
  1. Terdapat monumen hidup yang berupa makanan Islam yang dikenal dimasa lampau yang masih bertahan sampai hari ini di daerah Papua kuno di desa Saonek, Lapintol, dan Beo di distrik Waigeo. 
  2. Tradisi lisan masih tetap terjaga sampai hari ini yang berupa cerita dari mulut ke mulut tentang kehadiran Islam di Bumi Cendrawasih. 
  3. Naskah-naskah dari masa Raja Ampat dan teks kuno lainnya yang berada di beberapa masjid kuno. 
  4. Di Fakfak ditemukan delapan manuskrip kuno berhuruf Arab. Lima manuskrip berbentuk kitab dengan ukuran yang berbeda-beda, yang berupa mushaf Al Quran yang ditulis dengan tulisan tangan di atas kulit kayu dan dirangkai menjadi kitab. Sedangkan keempat kitab lainnya, yang salah satunya bersampul kulit rusa, merupakan kitab hadits, ilmu tauhid, dan kumpulan doa.
  5. Masjid Patimburak yang didirikan di tepi teluk Kokas, distrik Kokas, Fakfak yang dibangun oleh Raja Wertuer I.
Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusa Tenggara
Kehadiran Islam ke daerah Nusa Tenggara antara lain ke Lombok diperkirakan terjadi sejak abad ke-16 yang diperkenalkan Sunan Perapen, putra Sunan Giri. Islam masuk ke Sumbawa kemungkinan datang lewat Sulawesi, melalui dakwah para mubalig dari Makassar antara 1540-1550. Kemudian berkembang pula kerajaan Islam salah satunya adalah Kerajaan Selaparang di Lombok.

a. Kerajaan Lombok dan Sumbawa
Salah satu kerajaan besar yang pernah ada di lombok adalah kerajaan Lombok. Dibawah kepemimpinan Prabu Rangkesari, sang prabu memindahkan pusat kerajaan ke Desa Selaparang. Pemindahan pusat kerajaan ini diambil karena Desa Selaparang lebih strategis dan tidak mudah diserang musuh,  Pada masa itulah Selaparang mengalami zaman keemasan dan memegang hegemoni di seluruh Lombok. Dari Lombok, Islam disebarkan ke Pejanggik, Parwa, Sokong, Bayan, dan tempat-tempat lainnya. Konon Sunan Perapen meneruskan dakwahnya dari Lombok menuju Sumbawa. Hubungan dengan beberapa negeri dikembangkan terutama dengan Demak.

Kerajaan Selaparang tergolong kerajaan yang tangguh, baik di darat maupun di laut. Laskar lautnya telah berhasil mengusir Belanda yang hendak memasuki wilayah tersebut sekitar tahun 1667-1668 Masehi. Penyebab kehancuran Selaparang adalah ekspedisi tentara Kerajaan Karang Asem tahun 1672 M. Pusat Kerajaan Selaparang rata dengan tanah dan sejak saat itu, Kerajaan Karang Asem menjadi penguasa tunggal di Lombok.

Kerajaan-kerajaan di Sumbawa Barat dapat dimasukkan kepada kekuasaan Kerajaan Gowa pada 1618. Bima ditaklukkan pada 1633 dan kemudian Selaparang pada 1640. Pada abad ke- 17 seluruh Kerajaan Islam Lombok berada di bawah pengaruh kekuasaan Kerajaan Gowa. Hubungan antara Kerajaan Gowa dan Lombok dipererat dengan cara perkawinan seperti Pemban Selaparang, Pemban Pejanggik, dan Pemban Parwa.

Kerajaan-kerajaan di Nusa Tenggara mengalami tekanan dari VOC setelah terjadinya perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. Pusat Kerajaan Lombok dipindahkan ke Sumbawa pada 1673 dengan tujuan untuk dapat mempertahankan kedaulatan kerajaan-kerajaan Islam di pulau tersebut dengan dukungan pengaruh kekuasaan Gowa. Sumbawa dipandang lebih strategis daripada pusat pemerintahan di Selaparang mengingat ancaman dan serangan dari VOC terus-menerus terjadi.

b. Kerajaan Bima
Kerajaan Bima merupakan pusat pemerintahan atau kerajaan Islam yang menonjol di Nusa Tenggara dengan nama rajanya yang pertama masuk Islam ialah Ruma Ta Ma Bata Wada yang bergelar Sultan Bima I atau Sultan Abdul Kahir. Sejak itu pula terjalin hubungan erat antara Kerajaan Bima dengan Kerajaan Gowa, lebih-lebih sejak perjuangan Sultan Hasanuddin kandas akibat perjanjian Bongaya. Setelah Kerajaan Bima terus-menerus melakukan perlawanan terhadap masuknya politik dan monopoli perdagangan VOC akhirnya juga tunduk di bawah kekuasaannya.

Ketika VOC mau memperbaharui perjanjiannya dengan Bima pada 1668 ditolak oleh Raja Bima, Tureli Nggampo; ketika Tambora merampas kapal VOC pada 1675 maka Raja Tambora, Kalongkong dan para pembesarnya diharuskan menyerahkan keris-keris pusakanya kepada Holsteijn. Pada 1691, ketika permaisuri Kerajaan Dompu terbunuh, Raja Kerajaan Bima ditangkap dan diasingkan ke Makassar sampai meninggal dunia di dalam penjara. Di antara kerajaan-kerajaan di Lombok, Sumbawa, Bima, dan kerajaan-kerajaan lainnya sepanjang abad ke-18 masih menunjukkan pemberontakan dan peperangan, karena pihak VOC senantiasa memaksakan kehendaknya dan mencampuri pemerintahan kerajaan-kerajaan, bahkan menangkapi dan mengasingkan raja-raja yang melawan.

Berikut ini daftar nama Sultan Bima
  1. 1640: Sultan Abdul Kahir I (Ma bata wadu).
  2. 1640-1682: Sultan Abdul Khair Sirajuddin (Mantau Uma Jati)
  3. 1682-1687:  Sultan Nuruddin, kuburannya di Tolobali.
  4. 1687-1696:  Sultan Jamaluddin (Sangaji Bolo). Tewas di penjara Batavia.
  5. 1696-1731:  Sultan Hasanuddin. Tewas di Tallo diberi gelar Mambora di Tallo.
  6. 1731-1742:  Sultan Alauddin, Manuru Daha.
  7. 1742-1773:  Sultan Abdul Qadim, Ma Waa Taho.
  8. 1773-1795:Sultanah Kumalasyah (Kumala Bumi Partiga).
  9. 1795-1819:  Sultan Abdul Hamid, Mantau Asi Saninu.
  10. 1819-1854:  Sultan Ismail, Ma waa Alu.
  11. 1854-1868:  Sultan Abdullah, Ma waa Adil.
  12. 1868-1881:  Sultan Abdul Azis, Ma Waa Sampela, meninggal diusia muda.
  13. 1881-1915: Sultan Ibrahim, Ma Taho Parange.
  14. 1915-1951:Sultan Muhammad Salahuddin, Ma Kakidi Agama.
  15. 1945-2001:  Sultan Abdul Kahir II, Ma Busi Ro Mawo, Jena Teke.
Posted by Nanang_Ajim
Mikirbae.com Updated at: 5:48 PM

0 komentar:

Post a Comment

Mohon tidak memasukan link aktif.